Setu Babakan: Betawi Dari Sejengkal Tatapan





Gerbang tinggi dengan lambang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu bernama Bang Pitung. Lewat dari gerbang itu, sebuah perkampungan dengan nuansa Betawi dapat ditemui. Rumah-rumah dengan ornamen khas, penjaja kuliner betawi, menjadi pemandangan di sisi kiri dan kanan jalan. Setidaknya terdapat 3000 kepala keluarga yang menghuni kampung itu. Mayoritasnya adalah etnis betawi yang sudah turun temurun mendiami kawasan itu. Di perkampungan tersebut, masyarakatnya masih mempertahankan budaya dan cara hidup khas betawi seperti memancing, bercocok tanam, membuat kerajinan
 dan membuat makanan khas betawi. kegiatan berkesenian di kampung itu pun selalu hidup.

Di ujung jalan, sebuah pemandangan danau menghampar. Pada saat kunjungan saya Kamis (29/5/2015) sore, cahaya kekuningan matahari memantul di permukaan air yang jernih, menimbulkan bias-bias yang mengesankan. Bayangan pepohonan rindang berbaris di tepian danau. Sementara, muda-mudi dan masyarakat lain yang umumnya datang satu keluarga duduk santai di tepian danau.

Suasana di Setu Babakan sore sedang ramai. Orang-orang datang sejak siang hari, menikmati pemandangan dan suasana asri yang ada di setu yang terletak di Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Orang-orang datang rombongan, didominasi oleh kaum muda.

Lebih banyak dari mereka berjalan berkeliling danau, baik dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda motor atau mobil, menikmati udara segar dan teduhnya suasana di sana. Tapi tidak sedikit yang duduk di kursi-kursi di tepian danau sembari mengobrol atau mencermati keindahan yang mereka rasakan sekaligus menyantap aneka makanan yang dipesan dari para penjaja di kawasan setu.


Bagi yang ingin merasakan sensasi naik perayu bebek kayuh, cukup membayar Rp 5000 per orang dan nikmatilah liburan asyik di atas permukaan setu yang luasnya mencapai 32 hektar. Loket untuk wisata air ini berada tak jauh dari panggung pertunjukkan.

Nuansa Betawi



Setu Babakan tidak hanya menjadikan wisata alam. Berada di sana pengunjung dapat merasakan kedekatan dengan budaya Betawi. Bagaimana tidak, hampir semua pedagang di kawasan wisata itu menjajakan aneka makanan dan minuman khas betawi. Sambil bersantai menikmati keindahan setu, pengunjung bisa menikmati soto betawi, kerak telor, roti buaya, tahu gejrot, toge goreng, bir pletok dan kuliner khas betawi lainnya. Pengunjung bisa pula membeli pernak-pernik khas betawi seperti baju pangsi, kebaya, kaos benyamin dan lain-lain.

Selain itu, pada hari-hari tertentu, khususnya pada akhir pekan, pengunjung juga bisa melihat aktifitas kesenian betawi yang dibawakan oleh anggota sanggar di sana,antara lain kesenian tari, musik tanjidor, ondel-ondel, lenong, gambang kromong dan pencak silat seni. Pertunjukkan biasanya dilakukan di panggung terbuka yang letaknya berada satu area dengan kantor pengelola.

Syah Farid (32), pemuda betawi kampung setempat menggambarkan betapa besarnya perubahan yang dirasakan pasca-penetapan kawasan Setu Babakan sebagai Pusat Budaya Betawi pada 2004 silam, atau bertepatan dengan Hari Ulang Tahun DKI Jakarta ke-474. Terlebih, penetapan tersebut disertai upaya perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana, khususnya di kawasan Setu Babakan.

“Babe saya sudah sejak 1990 jualan baju khas betawi di sekitar setu ini. Dulu masih sangat sepi. Kawasan setu juga masih penuh dengan rumput alang-alang. Masih banyak jalan tanah. Belum tertata seperti sekarang ini,” katanya. Sejak setahun terakhir Farid meneruskan usaha ayahnya yang telah wafat, mengelola sebuah brand baju pangsi berbendera  MSC Pangsi Betawi sekaligus menjual baju-baju tersebut di kawasan wisata Setu Babakan.

Sebagai pemuda Betawi, Farid bangga kampungnya menjadi salah satu tempat dengan budaya betawi yang masih kental. “Seperti kita tahu, di Jakarta perkampungan Betawi sudah tergusur, semakin terpinggirkan. Beruntung di sini budaya Betawi masih terjaga. Budaya, baik seni maupun kuliner khas betawi masih lengkap di sini. Kalau tidak dilestarikan, bisa-bisa budaya betawi nanti hanya tinggal sejarah saja,” ujarnya.

Menjadi salah satu ‘kawasan emas’ yang tersisa, pada 2013 Pemprov DKI mengucurkan dana Rp290 miliar untuk menata Setu Babakan. Uang tersebut, sebagian digunakan untuk membangun Art Zone Setu Babakan seluas 3,2 hektar yang letaknya di tengah area setu. Tempat tersebut nantinya akan digunakan sebagai sekolah seni, amphiteather, dan beberapa rumah khas Betawi. Saat ini, pembangunan Art Zone yang dimulai pada Desember 2013 lalu, sudah mencapai 50 persen. Ditargetkan, pada akhir 2014 pembangunan area itu selesai.

Wisata murah meriah



Hari semakin sore. Pengunjung Setu Babakan semakin ramai. Para pemancing pun mulai duduk berjejer di tepian danau, melemparkan kail-kail mereka ke permukaan air lebih jauh. Sementara, kursi-kursi yang disediakan para pedagang di tepi danau semakin penuh terisi. Selain menikmati kuliner dan bersantai, pengunjung terlihat sangat menikmati pemandangan di sekitar danau buatan itu.

Daryanto (42), sore itu datang bersama istri dan kedua anaknya. Berempat, mereka santai menikmati es kelapa muda dan soto betawi di salah satu meja, di tepi danau. “Kami sudah sering ke mari. Buat rekreasi saja. Soalnya murah,” kata pria yang berprofesi sebagai tukang ojek di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan.

Masuk ke kawasan Setu Babakan, tidak dipungut biaya. Pengunjung hanya dikenakan uang parkir yang berkisar antara Rp2000-Rp5000 jika datang menggunakan sepeda motor atau mobil. “Paling buat jajanin anak saja. Itupun harga makanannya di sini masih terjangkau,” kata pria asli Betawi itu.

Kawasan Setu Babakan menurut Daryanto merupakan suatu tempat kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Betawi, di saat budaya betawi sudah terkikis di kampung sendiri. “Pemuda betwi jaman sekarang banyak yang sudah tidak perduli dengan budaya nenek moyang mereka. Bahkan banyak yang tidak tahu ketika ditanya, misalnya, jenis tarian khas betawi atau seni betawi. Makanya, saya ajak anak saya ke sini juga untuk mendidik mereka, menanamkan kepada mereka kebudayaan betawi sejak dini,” katanya.

Dua anak Daryanto adalah Dava (7) dan Revi (5). Pada kedatangannya di akhir pekan, Daryanto kerap mengajak kedua anaknya untuk melihat anak-anak sanggar berlatih kebudayaan betawi di panggung terbuka di kawasan itu. “Penginnya saya masukkan mereka ke sanggar, tapi pada belum mau,” katanya.

Pengunjung lainnya, Enggar (30) juga miris dengan kenyataan yang ia temui sekarang, dimana perkampungan betawi di Jakarta sudah semakin tersisih. “Kalau bisa dibilang, di sini merupakan satu-satunya kampung betawi murni yang tersisa. Kampung Betawi Condet saja sekarang sudah tidak begitu kental. Menurut saya bagus kalau Pemprov serius membangun kawasan ini sebagai pusat budaya betawi."

Ia berharap, selain melakukan pembangunan fisik, Pemprov DKI juga menggencarkan promosi kawasan Setu Babakan. “Biar warga Betawi lainnya pada tahu dan lebih bagus membawa anak-anak mereka ke sini, agar mewarisi seni dan budaya betawi. Kalau bukan kite-kite yang masih muda, siapa lagi nanti yang akan meneruskan seni dan budaya betawi,” ungkapnya.

Kawasan Wisata Setu Babakan
Jam Buka: 06.00-18.00
Tiket masuk: Gratis
Fasilitas: Pangung pertunjukan seni, tempat bermain anak, teater terbuka, wisma, kantor pengelola, galeri, pertokoan souvenir, tempat ibadah, wisata sepeda air
Akses:
Dari terminal Pasar Minggu menggunakan Kopaja 616 Jurusan Cimpedak-Blok M, turun di gerbang perkampungan Setu Babakan.
Dari Depok menggunakan angkutan umum 128 turun di depan perkampungan Setu Babakan

Baca selanjutnya ..
Powered By Blogger

  • Foto saya
    DKI Jakarta
    Wartawan di harian Warta Kota, Kompas Gramedia. Follow @FeryantoHadi

    Total Tayangan Halaman

    Pengikut Blog


    waktu jualah yang akan menghentikan pengembaraan singkat ini