Tradisi Minum Teh Sejak Masa Kolonial



Masyarakat Indonesia sudah menjadikan minum teh sebagai sebuah tradisi turun menurun. Tradisi minum teh ini awalnya hanya dimiliki kalangan bangsawan, namun kemudian sudah menjadi kebiasaan masyarakat luas.

Pada pertunjukkan 'Tradisi Minum Teh Tempoe Doeloe' pada gelaran Festival Seni Budaya Nusantara (FSBN) di pelataran dalam MuseumSejarah Jakarta, Kawasan Kota Tua Jakarta, Sabtu (23/8) malam, tercermin bagaimana kaum bangsawan dalam hal ini mengambil contoh kebiasaan Gusti Adipati Paku Alam VII yang selalu melestarikan tradisi minum teh bersama keluarganya setiap sore hari.

Menurut KRAy. SM. Anglingkusumo selaku Kepala Harian Museum Puro Pakualaman, di Indonesia, teh pertama kali dikenap pada 1686, yakni ketika warga kebangsaan Belanda, Dr. Andreas Cleyer membawa tanaman tersebut ke Indonesia sebagai tanaman hias.

"Pada 1982 Pemerintah Belanda mulai membudidayakan tanaman the utamanya di Pulau Jawa dengan mendatangkan biji-biji teh dari China.  Semenjak itu, dimulailah kebiasaan untuk minum teh," jelasnya.

Indonesia sendiri merupakan negara penghasil teh terbesar kelima setelah India, China, Srilanka dan Kenya.

Pada 1826, tanaman teh berhasil ditanam melengkapi Kebun Raya Bogor dan pada 1827 di Kebun Percobaan Cisurupan, Garut, Jawa Barat. Berhasilnya penanaman teh di Wanayasa (Purwakarta) dan di Raung (Banyuwangi) pada 1877 membuka jalan bagi Jacobus Loedewijk Levian Jacobson, seorang ahli teh, menaruh landasan bagi perkebunan teh di Jawa.

Teh dari Jawa tercatat diterima pertama kali di Amsterdam pada 1835. Teh jenis Assam mulai masuk ke Jawa pada 1877 dan ditanam oleh RE Kerkhoven di Kebun Gambung, Jawa Barat.

"Sejak itulah perkebunan teh di Indonesia mulai berkembang luas," jelas KRAy. SM. Anglingkusumo

Baca selanjutnya ..
Meresapi Peristiwa Proklamasi Di Museum Joang 45



 Ada sebuah bangunan bersejarah di Jakarta, yang menjadi saksi bisu proses terjadinya proklamasi kemerdekaan. Museum Joang 45 atau yang juga dikenal dengan Gedung Joang 45, yang terletak di Jalan Menteng Raya 31, Jakarta Pusat, berada di bangunan ini setidaknya akan membawa kita terhempas kembali ke masa lampau, mengenang betapa dramatisnya proses pelaksanaan proklamasi oleh Sukarno-Hatta.

Di museum ini, dapat dilihat jejak perjuangan kemerdekaan RI dengan koleksi benda-benda peninggalan para pejuang Indonesia. Di antaranya adalah mobil dinas resmi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia pertama yang dikenal dengan mobil REP 1 dan REP 2, dan Mobil Peristiwa Pemboman di Cikini. 

Selain itu, ada pula koleksi foto-foto dokumentasi dan lukisan yang tertempel di dinding bangunan bersejarah itu, yang menggambarkan perjuangan sekitar tahun 1945-1950-an. Beberapa tokoh perjuangan ditampilkan pula dalam bentuk patung-patung dada.

Dahulu, Museum Joang ’45 dipakai sebagai asrama, dan tempat berkumpulnya sejumlah pemuda seperti Sukarni, Caherul Saleh, Wikana, Achmad Soebardjo, B. M. Diah, Adam Malik, Sayuti Melik, Soerastri Karma Trimurti, Latif Hendraningrat, S. Suhud dan Trimurti.  

Para pemuda menganggap bahwa kemerdekaan sudah sangat perlu untuk diproklamirkan. Dari sini juga, kemudian muncul ide dari golongan muda yang diprakarasi oleh Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana untuk menculik Bung Karno dan Hatta ke Daerah Rengadengklok. 

Saat ini, Museum Joang ’45 memiliki 2.500 koleksi benda bersejarah seperti lukisan, dokumen, dan patung. Selain perpustakaan yang menyajikan referensi sejarah ilmiah dan ruang pameran permanen, tersedia pula ruang auditorium yang dahulu merupakan salah satu ruang diskusi tokoh pemuda pejuang kemerdekaan. Kini ruang tersebut dapat digunakan sebagai ruang seminar berkapasitas 100 orang. 

Museum juga dilengkapi dengan ruang kreativitas anak. Ruangan ini merupakan ruang edukasi khusus untuk anak-anak bermain seperti bermain berbagai game pahlawan, mewarnai peristiwa perjuangan dan tokoh pahlawan puzzle . Yang tidak kalah menarik, di museum ini pengunjung bisa menyaksikan film-film documenter dan film perjuangan lama.

Nah, jika Anda ingin lebih menambah ilmu sejarah maupun ingin kembali menggugah jiwa nasionalisme, tidak ada salahnya berkunjung keMuseum joang 45.

Baca selanjutnya ..
Saung Liwet Kang Nana Subang







Berwisata ke Kota Subang jangan melewatkan untuk mencicipi makanan khas setempat, nasi liwet. Pedagang nasi liwet ini dapat kita temui di banyak tempat di Kota Subang. Tetapi, Saung Liwet Kang Nana yang berada di Jalan Raya Subang-Pamanukan KM03, tepatnya di Desa Sukamelang, Kecamatan Subang menjadi salah satu restoran terkenal dengan nasi liwetnya. Berbagai menu khas sunda lain juga bisa ditemui di tempat makan dengan konsep tradisional itu. 

Di tempat tersebut, Nasi liwet yang memiliki rasa gurih disajikan dengan berbagai lauk seperti ayam, bebek, gurame, nila, belut dan lauk-lauk lain. Tidak ketinggalan pula sambal dan aneka lalapan segar yang dihadirkan sebagai pendamping. 

"Yang kami ingin tonjolkan di sini adalah nasi liwetnya, karena itu sangat khas bagi masyarakat sunda," kata Mulyaniyana, pemilik Saung Liwet Kang Nana..

Berbagai lauk-pauk, kata pria yang karib disapa Kang Nana itu, memiliki beberapa pilihan cara masak berbeda, sesuai keinginan dari pemesan. "Tapi yang paling populer bakar-bakarannya, misalnya ayam bakar, bebek bakar atau ikan bakar," jelasnya. 

Saung Liwet Kang Nana memang dikonsep sebagai tempat makan untuk keluarga. Untuk itu, menu-menu yang ditawarkan lebih banyak menu paket dengan porsi besar. 

"Ini kalau dihitung-hitung justru lebih terjangkau. Misalnya menu seekor ayam bakar, nasi, lalapan, minum, hanya Rp100 ribu dan bisa dinikmati empat sampai lima orang. Menu bebek juga kami jual per paket, dengan harga tidak jauh berbeda," katanya.



Nuansa alam

Selain menyajikan menu-menu Sunda yang lezat, Saung Kang Nana terkenal karena memiliki konsep yang unik. Seperti namanya, masyarakat bisa menikmati makanan di secara lesehan di dalam saung-saung bambu. Beberapa Saung letaknya di atas kolam ikan. Suasana alami makin kental karena di bagian belakang Saung Liwet Kang Nana lita bisa menyaksikan hamparan persawahan. 

Menjadi destinasi wisata kuliner di Subang, Saung Liwet Kang Nana juga melengkapi diri dengan fasilitas bermain anak. 

"Konsep saung sengaja saya pilih saat pertama tempat ini berdiri, Maret 2008. Tujuannya ya ingin menghadirkan suasana lain, suasana pedesaan sehingga pelanggan bisa menikmati makanan sambil bersantai menikmati alam," katanya.

Rasa makanan yang lezat dan tempat yang nyaman inilah yang membuat Naman (40) mengajak keluarganya makan siang di sana setiap akhir pekan. 

"Di Subang Saung Liwet Kang Nana sudah sangat terkenal. Saya hampir tiap minggu bersama keluarga datang ke sini. Ingin cari suasana lain saja," kata warga asli Subang itu.

Saat ini terdapat 36 Saung tempat makan. Tetapi, pada Maret 2014 Kang Nana akan menambah lagi sebanyak 17 saung lengkap dengan panggung hiburan.

"Animo masyarakat datang ke sini sangat tinggi. Bahkan di hari-hari tertentu, khususnya weekend atau hari libur, pelanggan sampai mengantre untuk bisa dapat tempat. Makanya kami ini sedang melakukan perluasan dan penambahan saung," ungkap Kang Nana.

Saung Liwet Kang Nana

Jalan Raya Sukamelang Km03 Subang
Jam operasi: 09.00-22.00
Kapasitas: 500 orang
Hiburan: Organ tunggal

Baca selanjutnya ..
Powered By Blogger

  • Foto saya
    DKI Jakarta
    Wartawan di harian Warta Kota, Kompas Gramedia. Follow @FeryantoHadi

    Total Tayangan Halaman

    Pengikut Blog


    waktu jualah yang akan menghentikan pengembaraan singkat ini