Kemolekan Merbabu, Negeri di Atas Awan



Jawa Tengah menawarkan pesona gunung-gunung yang Indah. Merbabu adalah salah satunya. Berada di wilayah Kabupaten Magelang, gunung dengan ketinggian 3.142 mdpl pada puncak Kenteng Songo menjadi idola bagi para pendaki karena pemandangannya yang begitu memukau.  Untuk mendaki Gunung Merbabu, terdapat beberapa jalur, di antaranya Jalur Kopeng Thekelan, Kopeng Chuntel, Selo dan Jalur Wekas.

Jalur yang paling ramai dan menjadi favorit adalah Jalur Wekas yang terletak di Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, Jalur tersebut merupakan yang terpendek untuk menuju puncak dengan waktu tempuh sekitar delapan jam. Di sepanjang jalur itu juga terdapat banyak sumber mata air dengan latar pemandangan yang indah.

Pendakian melalui jalur Wekas dimulai dari basecamp di desa Wekas, desa terakhir menuju puncak Merbabu. Perjalanan menuju pos I Telaga Arum, melewati ladang-ladang sayuran milik penduduk dan hutan cemara yang cukup terbuka. Mula-mula kondisi jalan berbatu dan cukup lebar, menjelang pos I, jalan berubah menjadi tanah licin dan menanjak. Waktu yang diperlukan menuju Pos I sekitar dua jam.

Pos I merupakan sebuah dataran yang cukup lapang. Dinaungi pepohonan rindang, tempat ini kerap digunakan para pendaki untuk beristirahat. Apalagi, di sekitarnya terdapat sumber mata air yang mengalir dari pipa-pipa menuju perkampungan penduduk.

 Rute menuju Pos II lebih menantang. Jalan makin menyempit, lebarnya tidak lebih dari satu meter. Pendaki akan menyisir hutan pinus, dimana sebelah kiri jalan adalah jurang. Melalui rute ini, pendaki harus meningkatkan kewaspadaan, mengingat akan banyak ditemui jalanan lembab dan licin. Setengah jam sebelum sampai ke Pos II, pendaki akan menemui jalan di antara ilalang lebat. Kondisi jalan yang sempit terkadang membuat pendaki harus berjalan miring. Waktu tempuh dari Pos I menuju ke Pos II sekitar dua jam.

 Pos II yang memiliki daratan lapang, kerap digunakan oleh para pendaki untuk mendirikan tenda sebelum melanjutkan ke puncak Merbabu. Tempat ini mampu menampung sekitar 100 tenda dengan sumber air melimpah.

 Dari Pos II, jalur sedikit lebih terbuka. Sepanjang jalan mata sudah bisa menyaksikan pemandangan di bawah gunung. Setengah jam perjalanan dari Pos II, tanaman edelweis sudah mulai dijumpai.
 Setelah melalui jalur bebatuan dan tanah yang cukup lembab di antara tanaman edelweiss, pendaki akan sampai di persimpangan pemancar. Tempat ini menjadi titik pertemuan pendaki dari jalur Wekas dan dari jalur Thekelan dan Cunthel. Di pertigaan ini sudah tidak banyak ditemui pepohonan. Deretan gunung di sekitar Merbabu juga sudah mulai terlihat. 

 Dari persimpangan tersebut, menuju ke puncak, ambil ke arah kanan. Sekitar setengah jam perjalanan, pendaki akan sampai di di Pos Helipad. Jalur yang dilalui menuju Pos Helipad cukup terjal dan menguras tenaga. Tapi jangan kuatir, pemandangan yang luar biasa indah seolah menjadi teman saat melewati jalur yang sulit itu. Di jalur ini juga tampak kawah-kawah gunung di bawah jurang.

Dari Pos Helipad,  pendaki akan bertemu jalur dengan track curam. Jalan bebatuan dengan kemiringan mencapai harus ditaklukkan untuk mencapai sebuah persimpangan. Dari persimpangan, jika mengambil ke kiri pendaki akan menuju Puncak Syarif (Gunung Pregodalem) dengan waktu tempuh 30 menit dan ke kanan menuju puncak Kenteng Songo (Gunung Kenteng Songo) dengan waktu tempuh sekitar 45 menit.

 Pendaki biasanya lebih dulu naik ke puncak Syarif sebelum naik ke puncak Kenteng Songo. Dari dua puncak ini, pemandangan menakjubkan bisa dijumpai. Di sebelah utara, berdiri kokoh gunung Sumbing dan Sindoro. Juga gunung-gunung lain seperti Gunung Andong, Gunung Telomoyo, Gunung Ungaran dan telaga Rawapening yang indah.

 Di sebelah barat, utamanya dari puncak Kenteng Songo, dengan jelas bisa disaksikan keperkasaan Gunung Merapi yang pada puncaknya terus mengepulkan asap putih. Sedangkan di arah timur, tampak Gunung Lawu meski jaraknya cukup jauh. Sensasi yang paling dahsyat ketika berada di dua puncak ini, pendaki akan merasa berada di negeri atas awan. Gulungan awan tebal tampak seperti ombak yang melaju cepat, berada beberapa puluh meter di bawah puncak Kenteng Songo.



Cara tempuh

Dari Jakarta, menuju ke Desa Wekas tidak cukup sulit. Jika menggunakan transportasi kereta api, bisa menggunakan Kereta Api Tawang Jaya jurusan Stasiun Pasar Senen-Stasiun Poncol, dengan tiket hanya Rp40 ribu. Dari Stasiun Poncol, perjalanan dilanjutkan menuju ke Terminal Terboyo menggunakan bus kota.

Dari Terminal Terboyo, pilih bus jurusan Semarang-Solo dan turun di Salatiga, tepatnya di terminal bayangan Pasar Sapi.Untuk menuju ke Desa Wekas bisa menggunakan bus m Jurusan Kopeng - Magelang turun di Kaponan, yakni sekitar 9 Km dari Kopeng, tepatnya di depan gapura Desa Wekas.
Dari Kaponan pendaki berjalan kaki melewati jalanan berbatu sejauh sekitar 3 Km menuju pos Pendakian. Jika ingin lebih praktis, dari Pasar Sapi bisa menyewa mobil menuju ke starting point pendakian di Desa Wekas. Tarifnya, antara Rp200-Rp250 ribu

Baca selanjutnya ..
Mengintip Kaum Waria Sosialita di Jakarta


Waktu sudah menunjuk pukul sembilan malam. Puluhan tamu mulai memadati ruang utama di sebuah rumah besar yang telah disulap menjadi arena pesta. Penampilan mereka anggun dan feminim. Gaun-gaun pesta glamour berpadu indah dengan tas-tas merk terkenal dan perhiasan berharga ratusan juta. Beberapa orang duduk-duduk di sofa. Sebagian lagi tampak mengobrol sambil berdiri. Beberapa pelayan hilir mudik menawarkan aneka desert dan wine kepada tamu. Acara utama sudah hampir dimulai. Tapi ada beberapa rekan mereka yang belum datang.

Di tengah suasana akrab itu, seorang mengumumkan bahwa acara utama akan segera dimulai. Tamu-tamu diminta melihat ke sebuah meja dan telah dipersiapkan. Di atas meja itu, sudah ada sebuah toples yang berisi lintingan kertas. Seseorang memastikan seluruh tamu melihat prosesi pengambilan lintingan kertas. Dan.. dibacakanlah nama orang yang beruntung mendapatkan arisan senilai Rp500 juta. Para tamu bersorak dan segera memberi selamat kepada si pemenang arisan.

Itu adalah sekelumit gambaran aktifitas yang dilakukan sekumpulan waria atau shemale highclass di Jakarta. Arisan dengan iuran mencapai puluhan juta atau menggelar pesta-pesta private bertaraf mewah seolah sudah menjadi hal biasa. Arisan atau pesta biasanya dilakukan setiap satu bulan. Tempatnya, di salah satu rumah anggota. Kadang-kadang pesta juga berlangsung di sebuah villa mewah atau hotel berbintang. Biaya besar yang dikeluarkan, tak menjadi masalah. Mereka puas dan menikmati setiap acara pertemuan.

Para shemale highclass, menurut seorang sumber di kalangan waria, berasal dari kalangan orang kaya dengan berbagai profesi. Dari pengusaha, model, anak konglomerat, simpanan pengusaha kaya sampai shemale bayaran yang kerap beroperasi lintas negara. Uniknya, dalam perkumpulan itu, tidak membedakan antara shemale biasa dengan shemale yang telah mengubah kelaminnya menjadi perempuan atau transgender.

Tak terekspos

Di Jakarta, memang belum banyak yang tahu keberadaan waria dan transgender sosialita ini. Bicara soal waria, pikiran orang akan lebih tertuju ke para waria yang kerap mangkal di beberapa lokasi jalanan atau waria berpenampilan lusuh yang berprofesi menjadi pengamen keliling. Padahal, kenyataannya, kalangan waria papan atas benar-benar ada.

Tempat nongkrong waria dan transgender highclass tentu berbeda dengan waria biasa. Kadang mereka menggelar party di kelab-kelab malam ternama, sebut saja Exodus, X2, Blowfish, Colloseum dan kelab malam ekslusif lain. Pesta satu malam bisa menghabiskan uang hingga puluhan juta rupiah. Terkadang, waria dan transgender dalam jumlah lebih kecil menghabiskan waktu bersantai di café-café di bilangan Kemang, Kebayoran Bayu atau di kawasan Senayan. Sebagian lagi memilih membuat janji berkumpul ke luar negeri hanya untuk berbelanja bersama.

Sebenarnya kehidupan waria dan transgender highclass tidak selalu tertutup seperti bayangan banyak orang. Hanya saja, menurut sumber itu, masyarakat jarang mengenali waria dan transgender dikarenakan bentuk fisik mereka yang sudah benar-benar mirip dengan perempuan pada umumnya. Bahkan, mungkin lebih cantik dan elegan.

“Di mal-mal, café atau kelab malam waria dan transgender papan atas ini sebenarnya banyak. Mungkin karena masyarakat banyak yang tidak sadar. Karena mereka memiliki wajah cantik dan bentuk tubuh seperti perempuan umumnya. Bahkan tidak sedikit lelaki yang menggoda dan berniat berkenalan berkat kecantikan mereka,” kata sumber itu.

ekslusif

Dalam pergaulan, kumpulan waria atau transgender sosialita benar-benar menjaga privasi mereka. Tidak sembarang waria pula boleh bergabung dengan kumpulan itu. Karena gaya hidup mereka yang cenderung mewah, yang sulit diikuti oleh waria lain yang hidupnya tidak seberuntung mereka.

 Yulianus Rettoblaut atau biasa disapa Mami Yuli, Ketua Forum Waria Indonesia kepada saya membenarkan adanya komunitas semacam itu. Ia bahkan beberapa kali kerap diundang dalam sebuah pesta private yang digelar para shemale highclass. Di sebuah malam saat mendatangi undangan pesta,  disebutkan Mami Yuli, deretan mobil mewah berharga ratusan hingga miliaran rupiah tampak mentereng terparkir di sebuah rumah mewah milik salah satu anggota. Pesta berlangsung secara elegan hingga larut malam. Acara intinya, arisan. Tapi pada dasarnya pertemuan itu digunakan parashemale dan transgender untuk saling merekatkan hubungan.

“Datang ke pestanya shemale dan transgender highclass, orang awam tidak akan pernah menyangka kalau mereka adalah waria. Wajahnya cantik-cantik sekali. Kulitnya sangat halus dan terawat. Penampilan mereka melebihi artis.” Bahkan, ruang lingkup pergaulan para shemale dan transgender kelas atas juga semakin luas. Banyak dari mereka yang juga tergabung dalam kelompok arisan sosialita perempuan-perempuan kaya.

Di Jakarta, ada banyak shemale dan transgender highclass yang membuat kelompok terpisah. Ada yang khusus kalanganshemale, transgender atau gabungan keduanya. Wayan Lucky Diah Pithaloka, seorang transgender bahkan menyebut, ada kelompok transgender yang begitu selektif memilih pergaulan. Mereka hanya mau berteman dengan kaum transgenderhighclass. Biasanya, kelompok itu hanya terdiri dari beberapa orang saja.

“Ada transgender yang merasa dirinya ekslusif dan hanya bergaul dengan kalangan atas. Tapi ada juga yang masih perduli dengan kaum waria yang hidupnya masih susah, jadi pengamen atau pekerja seks komersial di jalan-jalan. Yakni dengan membangun usaha dengan mempekerjakan para waria itu,” katanya.

Lucky tidak memungkiri gaya hidup sebagian transgender cukup mewah . Ia sendiri pernah berada dalam lingkungan tersebut. Dalam setiap pertemuan, kerap dijadikan sebagai ajang adu fashion atau perhiasan-perhiasan mewah.  “Sama dengan kaum sosialita lainnya, mereka mengedepankan gaya hidup kelas atas. Busana serta aksesori yang dikenakan harganya mahal.”

Seperti misalnya tas dengan merk berkelas Hermes, Fendi Selleria, Louis Vuitton, Lana Marks Cleopatra dan sebagainya. Begitu juga dengan sepatu, jam tangan atau perhiasan yang melekat pada tubuh mereka yang serba branded

8000 Waria di Jakarta Butuh Kerja

Rambutnya senantiasa ia kibaskan, berbarengan dengan gerakan badan centil ketika ada kendaraan yang melintas. Berulang kali ia melakukan itu, selama beberapa jam. Tetapi, malam itu nampaknya ia belum mujur. Meskipun sudah berdandan menor dan mengeluarkan segenap daya rayuan, tidak satupun ada kendaraan yang berhenti dan menghampirinya. Sampai pukul 03.00, ia merasa lelah.
Sambil melipat kakinya, ia duduk di sebuah besi jembatan, di tempat mangkalnya di bilangan Kalibata, Jakarta Selatan. Diambilnya sebuah smartphone dari dalam tas berwarna hitam. Sekadar mengisi kesibukan, ia bermain-main dengan smartphone miliknya itu. “Sepi seperti ini sudah biasa. kecewa sih iya, tapi harus gimana lagi,” katanya.

Sebut saja namanya Vio. Sudah sekitar 10 tahun ia menggeluti kerasnya dunia malam, berpindah-pindah tempat dari satu tempat ke tempat lainnya sebagai waria yang menjajakan diri. Ia melakukan itu demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Rasa malu sudah ia singkap jauh-jauh hari. Caci maki bahkan kekerasan fisik yang kerap ia terima, seolah sudah menjadi pil pahit yang harus ia telan sebagai resiko jalan hidup yang dia pilih.

Tetapi usia Ivo kini sudah tak lagi muda, 38 tahun. Masa gemilangnya sudah lewat. Ia sudah kesulitan mendapatkan pelanggan. Apalagi, ia sadar bahwa ia bukanlah waria cantik. “Sekarang cuma bisa dapat satu atau dua orang saja semalam. Kadang malah nggak dapat satupun. Sudah capek-capek dandan dan tebar pesona di pinggir jalan, pulang-pulang sambil gigit jari,” kata waria asli Jakarta ini.

Ivo mengaku sebenarnya dia lelah menjalani profesinya sekarang. Selama menjalani hidupnya, ia gusar. Tapi selama bertahun-tahun berpikir dan merenung, toh dia tidak bisa berbuat banyak terhadap kondisinya. Ia tetaplah merasa sebagai perempuan yang terjebak pada tubuh lelaki. Semakin besar usaha menemukan jatidirinya, semakin besar pula kebingungan yang dia rasakan.

“Aku ini sebenarnya sudah capek seperti ini. Mangkal-mangkal begini. Cuma ngarepin uang puluhan ribu saja tapi hatiku tersiksa. Kalau bukan karena butuh makan dan biayain adik aku kuliah, aku sudah berhenti kerja seperti ini,” katanya.

Ia meyakinkan dalam waktu dekat akan segera berhenti dan menjau dari dunia prostitusi yang telah digelutinya selama puluhan tahun. Ia bercita-cita mendirikan usaha salon, seperti yang dilakukan banyak temannya sesame waria. “rencananya sih begitu. Ini tinggal nunggu rumah orangtua saya laku. Lumayan, saya kan dapat bagian. Uangnya mau saya pakai buat usaha salon biar nggak mangkal-mangkal lagi seperti ini,” katanya.

7 Juta waria
Kisah Vio merupakan salah satu potret kaum waria yang terpaksa menjajakan dirinya untuk mencukupi kebutuhan hidup. Selain dia, terdapat ratusan ribu bahkan jutaan waria lain yang bernsaib sama. Seperti yang diungkapkan Yulianus Rettoblaut selaku Ketua Forum Waria Indonesia, pada survey 2008, di Indonesia terdapat sekitar tujuh juta kaum waria. Sementara, khusus di Jakarta terdapat sekitar 8000 waria.

Banyak waria kemudian menjadi Pekerja Seks Komersial atau pengamen jalanan, kata Yulianus atau yang karib disapa Mami Yuli lebih karena terdesak kebutuhan hidup. “Kenyataannya banyak waria yang diusir dari rumah dan mereka susah menadapatkan pekerjaan. Mereka akhirnya pergi ke jalan demi bertahan hidup. Mereka tidak punya pilihan lain,” kata Mami Yuli.

Jakarta, kata Mami Yuli, menjadi kota tujuan utama bagi waria yang terasing dari kehidupan keluarganya. Itu kenapa jumlah waria di Jakarta terus mengalami pertumbuhan setiap tahun, meskipun beberapa organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) secara rutin melakukan pelatihan kerja dan menyalurkannya.

“Dari 8000 waria, sekitar 3000 di antaranya sudah tertangani. Maksudnya, mereka sudah mendapatkan pelatihan dan bekerja di beberapa bidang usaha, seperti salon, pembuatan kue dan sebagainya.”

“Masalahnya, setiap bulan banyak waria dari daerah yang datang dan mereka terpaksa menjadi PSK karena sulit mendapat pekerjaan. Itu menjadi problem bagi kami untuk mengurangi jumlah waria PSK di Jakarta,” imbuhnya.

Dari mana bantuan itu datang? Menurut Mami Yuli, setiap tahun Kementrian Sosial (Kemensos) rutin memberikan bantuan meskipun jumlahnya tidak terlalu besar, Rp98 juta. Bantuan akan diberikan hingga tahun 2020. “Bantuan yang diberikan memang untuk jangka pendek. Bentuknya, pelatihan kerja dan pemberian modal. Tapi dengan uang sejumlah itu memang belum bisa menyentuh kaum waria lebih banyak,” jelasnya.

Dengan bantuan yang terbatas tersebut, Mami Yuli berusaha mencari jalan lain untuk mengangkat para waria yang masih berada di jalanan. Salah satunya dengan melobi para waria atau transgender yang telah sukses dan meminta kepada mereka agar merekrut kaum waria sebagai tenaga kerja.
“Syukurnya ada beberapa waria yang perduli. Mereka membuat usaha, misalnya salon, dan member pelatihan serta pekerjaan kepada waria yang sebelumnya mangkal di jalanan. Itu bentuk upaya kami agar jumlah waria PSK berkurang. Mereka juga butuh pekerjaan yang layak,” katanya.

Solidaritas
Wayan Lucky Diah Pithaloka menjadi salah satu transgender yang perduli dengan nasib kaum waria. Ia bahkan memutuskan pulang dari Prancis ke Indonesia karena prihatin terhadap banyaknya waria di Jakarta yang bertahan hidup dengan menjadi PSK. “Meskipun sudah berganti kelamin dan kini ber KTP perempuan, saya ingat siapa saya dulu. Makanya, saya mencoba perduli,” katanya.

Di Jakarta, ia mendirikan dua usaha salon yakni di Jalan Tambak Raya No45 Jakarta Pusat dan di daerah Matraman. Sebanyak 15 waria menjadi karyawannya.

“Tapi saya persilahkan bahkan ajak waria lain yang masih sering di jalanan untuk belajar di salon saya. Mudah-mudahan saja ke depan saya bisa membuka usaha-usaha lain agar bisa menampung waria-waria yang belum bingung mencari kerja,” ujarnya. 

Baca selanjutnya ..
Label: 3 komentar |
Powered By Blogger

  • Foto saya
    DKI Jakarta
    Wartawan di harian Warta Kota, Kompas Gramedia. Follow @FeryantoHadi

    Total Tayangan Halaman

    Pengikut Blog


    waktu jualah yang akan menghentikan pengembaraan singkat ini