Karakter adalah kekuatan yang dapat mempertahankan prinsip dan keteguhan hati. Tanpa mempunyai karakter yang kuat, seseorang akan lebih cenderung lemah dalam mental, psikologis, motivasi dan daya juang untuk hidup. Dapat dikatakan bahwa karakter selayaknya bahan bakar yang akan menjalankan sebuah mesin. Jika bahan bakar itu sudah tercampuri dengan unsur lain (tidak murni) maka perputaran mesin tidak lagi stabil, dan perjalanan akan tersendat-sendat.
Begitu juga keberadaan karakter dalam diri manusia. Tidak sekedar bensin murni = karakter yang baik, seperti perumpamaan kita tadi. Tetapi, adanya karakter ini bisa digunakan sebagai bahan bakar yang akan menjalankan perjalanan hidup manusia. Jika karakter dalam diri tercampuri dengan unsur lain (penyakit-penyakit pembunuh karakter), maka manusia tidak akan bisa menjalankan kehidupanya dengan baik dan lancar.
Si jenius Pikal mengatakan bahwa karakter adalah mutiara kehidupan yang ada dalam diri kita. Jika karakter dalam diri kita rusak, maka hidup kita tidak akan ada harganya.
Dihargai murah saja kita tidak mau, apalagi jika ada orang yang mengatakan bahwa hidup kita tidak ada harganya.
Kita tentunya bisa membaca karakter yang ada pada diri kita sendiri. Dan pastinya kita sadar, bahwa dalam diri kita pastilah ada karakter yang bisa menjadikan kita menjadi manusia yang negatif. Padahal, kita sangat bisa untuk mengandalikan karakter itu. Misal salah satunya adalah karakter temramental yang ada pada diri seorang pemuda. Kebanyakan orang sangat susah untuk mengubah karakter ini, bahkan mungkin tidak bisa dihilangkan keberadaannya.
Maka, jalan terbaik adalah mengendalikan karakter itu sendiri. Agar sifat yang temramental itu tidak terlalu jauh merugikan diri kita dan orang lain yang ada di sekitar kita. Marah itu dapat merusak iman, seperti pahitnya jadam yang merusak manisnya madu. Tidaklah dikatakan hebat dan pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya. Seorang pemberani adalah orang yang dapat menguasai diri dan hawa nafsunya ketika dia marah.
Dari Abu Hurairah, bahwasanya seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah saw: "Berilah nasehat kepadaku, Rasulullah bersabda janganlah kamu marah lalu beliau mengulanginya janganlah kamu marah."
Untuk mengendalikan karakter, kita di harapkan untuk senantiasa berikhtiar, guna terbentuknya karakter-karakter baik dalam diri kita. Untuk membangun karakter, di butuhkan empat landasan dasar, yaitu:
1. Inisiatif, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan keinginan, niat serta kemauan dalam bertindak.
2. Imajinasi, sesuatu yang berkaitan dengan pembentukan visi, konsentrasi serta tujuan dalam melakukan tindakan.
3. Individualitas, sesuatu yang berkaitan dengan keteguhan individu dalam bertindak untuk melakukan perbaikan diri.
4. Kemerdekaan, sesuatu yang berkaitan dengan kesadaran atas kebebasan untuk memilih, menentukan serta melakukan kegiatan dalam memperbaiki kehidupan.
Yah, sebaiknya memang kita harus bisa mengendalikan karakter kita, yang bila di lakukan akan merusak citra diri. Selain temramental itu, kita juga harus bisa mengelola kejujuran dan membuang jauh-jauh karakter manusia yang suka berkata dusta. Sungguh bahayanya, jika semua orang menguatkan karakter ini. Sehingga, dalam beberapa aspek kehidupan, khususnya dalam persaingan mendapatkan cinta, materi dan jabatan, mereka bersaing secara tak sehat.
Allah Azza wa jalla sendiri telah mengabarkan bahwa kompetisi yang tercela adalah berlomba memperbanyak harta benda. Dikarenakan kompetisi seperti ini yang seringkali memperdaya jiwa dan memalingkannya dari akhirat dan Allah Swt. Mereka hanya akan terpacu kepada apa-apa yang mereka senangi saja, dan tidak pernah sedikitpun memikirkan baik-buruk hal yang mereka kerjakan itu.
Allah Azza wa jalla sendiri telah mengabarkan bahwa kompetisi yang tercela adalah berlomba memperbanyak harta benda. Dikarenakan kompetisi seperti ini yang seringkali memperdaya jiwa dan memalingkannya dari akhirat dan Allah Swt. Mereka hanya akan terpacu kepada apa-apa yang mereka senangi saja, dan tidak pernah sedikitpun memikirkan baik-buruk hal yang mereka kerjakan itu.
Kesenangan yang mereka dapatkan itu hanya akan berlangsung sementara. Tak ada kekekalan maupun ridho dari Allah Swt. yang menyertainya. Malahan sebaliknya, bahwa Allah Swt. hanya akan memberikan imbalan berupa dosa atas perbuatan ‘hebat’ yang mereka perbuat itu. Cobalah pahami kata-kata Allah Swt. dibawah ini. Dalam sebuah ayat Dia berfirman:
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air hujan yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanaman-tanaman bumi diantaranya ada yang dimakan manusia dan binatang. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang. Lalu kami jadikan tanaman-tanamannya laksana tanam-tanaman yang telah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikainlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang-orang yang berfikir.” (QS Yunus :24).
Biarkanlah pikiran yang menerka, perihal yang baik dan yang buruk. Toh, hati kita adalah sesuatu yang luar biasa. Yang bisa merasakan serta memberi penilaian terhadap apa-apa yang sedang ia rasakan. Apakah itu kesenangan yang menipu ataukah memang benar itu kesenangan yang benar adanya.
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
terimakasih atas atensinya...