suasana malam minggu terakhir di Kalijodo |
Biasanya, kawasan Kalijodo tiap malam selalu ramai, apalagi malam minggu. Dentuman musik dari kafe-kafe, aktifitas para perempuan pekerja seks komersial dan hilir-mudik para pendatang lokasi hiburan itu menjadi pemandangan lumrah.
Suasana berubah drastis semenjak isu penggusuran tempat itu, beberapa pekan silam. Sejak itu, jumlah pengunjung turun drastis. Wanita penghibur dan para pemilik kafe sempat geram. Beberapa dari mereka bahkan memastikan akan melakukan perlawanan jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan membongkar kawasan itu.
"Di sini premannya banyak. Ahok tidak akan bisa membongkar kecuali dia bawa tank," kata seorang PSK kepada Warta Kota saat isu penggusuran tengah panas.
Tapi ancaman perlawanan tampaknya tidak akan terwujud. Sejak terbit Surat Peringatan (SP) 1, Kamis (18/2) lalu, sebagian besar warga memang masih membandel. Baru setelah keluarnya SP 2 seminggu sesudahnya, warga dengan sukarela membongkar rumahnya sendiri dan pindah ke tempat relokasi yang sudah disediakan yakni di sejumlah rumah susun di Jakarta. SP3 sendiri dikeluarkan pada Minggu (28/2) dan hanya berumur sehari sebelum pembongkaran.
Sepengamatan Warta Kota Sabtu (27/2) malam, kawasan Kalijodo tak ubahnya seperti kota mati. Sepanjang Jalan Kepanduan II gelap gulita. Bangunan-bangunan bekas cafe, rumah bordir dan tempat usaha sudah dikosongkan pemiliknya. Sebagian bangunan masih berdiri utuh. Tetapi jika diamati lebih detil, bagian dalam bangunan itu sudah dibongkar pemiliknya.
Di mulut gang, beberapa eskavator sudah disiapkan untuk meratakan bangunan. Tenda-tenda sebagai posko pengamanan juga sudah disiapkan sejak beberapa hari lalu.
Selain ratusan aparat kepolisian yang berjaga di kawasan Kalijodo, malam itu hanya tampak beberapa orang sipil.
Sekelompok orang yang mengaku hanya pekerja bongkar, tak begitu menggubris ketika aktivitasnya mengumpulkan kayu dan besi diganggu. "Saya hanya pekerja dari luar, bukan warga sini," kata lelaki berusia sekitar 30 tahun.
Di sebuah warung rokok, seorang lelaki tua termenung. Pandangannya nanar, menghadap sebuah bangunan bekas cafe di depannya yang kini gelap gulita.
Surahman, nama lelaki berusia 62 itu. Meski semua barangnya sudah dibawa ke Rusunawa Pulogebang sebagai tempat relokasi, Pak Rahman, begitu sapaannya, mengaku masih berat pindah dari kawasan Kalijodo. Itu kenapa meskipun orang-orang sudah menempati tempat tinggal barunya, sejak beberapa malam lalu Pak Rahman memilih masih di sana untuk menikmati hari-hari terakhir di Kalijodo.
"Bukan masalah tidak mau pindah, tapi berat karena sudah puluhan tahun saya tinggal di sini," kata Pak Rahman memulai perbincangan dengan Warta Kota.
Pak Rahman bersyukur pemerintah menyediakan tempat relokasi. Meski demikian, ada hal-hal yang masih mengganjal di hatinya. Misalnya, tempat kerja yang jauh dari tempat relokasi. Pun dengan kedua anaknya yang masih sekolah di sekitar Kalijodo.
"Saya kerjanya di sini. Dua anak saya masih sekolah di sini juga, satunya SMP satunya lagi kelas 6 SD. Ngurus pindahan juga nggak mudah, apalagi yang SD sudah mau ujian. Saya juga kalau tinggal di sana nggak ada kendaraan," jelasnya.
Dengan segala pertimbangan, Pak Rahman akhirnya menyewa sebuah kontrakan di sekitar Kalijodo. "Yang di rusun biar ditempati anak saya yang lain dulu. Kalau saya sementara mau ngontrak saja dekat sini, sambil nunggu anak bungsu lulus SD."
Tempat hiburan
Beberapa warga malam itu masih ada yang mondar-mandir ke rumahnya untuk berbenah atau mengambil barang. Juga ada beberapa orang yang malam itu masih memutuskan berada di Kalijodo meskipun mereka sudah mendapatkan kunci rumah susun.
Tapi, orang-orang itu sensitif ketika hendak diwawancarai. Nada bicaranya ketus dan mereka tak bersedia menjawab satu pun pertanyaan yang diajukan. Hanya Pak Rahman saja yang menyambut hangat.
"Mohon maaf kalau teman-teman (berperilaku) begitu. Maklumlah, suasana memang sedang panas," kata Pak Rahman memberi pengertian kepada Warta Kota.
Kawasan Kalijodo menurut Pak Rahman telah mengalami perubahan dari masa ke masa.
"Dulunya di sini cuma tempat nongkrong saja. Baru ramai jadi tempat perjudian sejak awal 1970an. Tempat ini semakin jadi favorit setelah judi dilegalkan oleh Gubernur Ali Sadikin. Tapi lokasi awalnya di seberang kali sana, bukan di daerah Kalijodo yang dikenal sekarang," terangnya.
Di era 1990an, kata Pak Rahman, lokasi perjudian baru pindah ke sisi timur Banjir Kanal Barat (BKB) atau di Jalan Kepanduan II. Di saat bersamaan, muncul kafe-kafe yang lebih modern setelah pada 1980an hanya ada empat bangunan kafe di sana. Makin berkembang sebagai tempat hiburan, para perempuan penghibur juga mulai banyak berdatangan.
"Di jaman perjudian, sebenarnya jumlah cewek (PSK) terbilang sedikit. Tidak mencapai seratus. Tapi setelah perjudian ditutup di era 2000an, makin banyak cewek yang datang ke sini," jelasnya.
Pak Rahman bersama warga Kalijodo lain mengaku ikut menikmati keuntungan pada masa perjudian. Ia bertindak sebagai 'calo gadai' yang menghubungkan antara penjudi dengan pemodal yang sering menerima gadaian barang.
"Kalau dibilang di sini ya dulu pabriknya uang. Jadi saya ya nongkrongin orang judi aja. Kalau yang kalah biasanya mereka gadaikan apa saja. Nah, saya lalu membantu menggadaikan barang mereka ke tukang gadai. Nanti saya dikasih upah," kata Pak Rahman sambil tertawa.
"Setelah perjudian tutup saya bekerja di sektor lain. Kalau sekarang kerjanya bersihin kali, jadi PHL (Pekerja Harian Lepas)."
Kenangan
Pak Rahman tinggal di Kalijodo sejak 1970an, jadi ia mengaku tahu banyak hal yang terjadi di sana. Termasuk soal kelompok-kelompok yang menguasai kawasan Kalijodo. Menurutnya, kelompok-kelompok yang dikomandoi para tokoh yang disegani itu muncul sejak perjudian makin ramai.
"Di sini kalau perang-perang begitu sudah biasa. Dulu pertama Banten sama Mandar, kemudian damai. Lalu Mandar sama Makassar yang di tahun 2002 itu. Dulu dari Mandar ada Haji Usman, orangnya sangat baik. Tapi sejak bertikai dengan kelompok Makassar, dia sudah tidak mau pusing lagi ngurusin beginian. Sejak itu muncul Daeng Aziz yang dihormati di sini," terangnya.
Semakin kondangnya Kalijodo sebagai tempat lokasisasi, membuat kawasan itu semakin ramai dari waktu ke waktu. Tarif kencan yang murah, menjadi salah satu penyebabnya. Pak Rahman menyebut, sejak beberapa tahun belakang telah ada regenerasi baru, dimana PSK berusia tua mulai tidak laku dan digantikan dengan wanita penghibur yang lebih muda.
"Kalau dulu di sini kan terkenal ceweknya tua-tua Sekarang tidak ada lagi yang begitu. Sudah regenerasi jadi muda-muda, cantik-cantik. Ceweknya kebanyakan dari Sunda sama Lampung. Pengunjung yang datang juga bukan cuma buruh, tapi banyak juga yang bermobil bagus," terangnya.
Pak Rahman tidak tahu persis ke mana perginya para wanita penghibur itu saat ini. "Sejak mulai ramai di berita beberapa minggu lalu itu di sini mulai sepi karena yang datang juga nggak ada. Ceweknya juga pada pergi. Saya tidak tahu mereka pada ke mana."
Bagi Pak Rahman, Kalijodo akan selalu menjadi kenangan dalam hidupnya. Nyatanya, Kalijodo menjadi tempat baginya melewati pahit-getirnya hidup sejak pertama merantau ke Jakarta pada 1970. Pada saat pembongkaran yang dilakukan Senin (29/2), Pak Rahman berniat melihatnya.
"Ya sedih sebenarnya karena sudah sekitar 45 tahun saya tinggal di sini. Bagaimanapun orang menilai, ya Kalijodo pernah menjadi kampung saya." (fha).
Tampil cantik sudah menjadi kebutuhan bagi wanita Jakarta. Memiliki wajah serta kulit mulus dan terawat, membuat mereka percaya diri, baik ketika berada di lingkungan kerja maupun lingkungan sosial yang lebih luas. Mereka bahkan rela menggelontorkan uang jutaan hingga miliaran rupiah untuk mendapatkan semua itu.
Perhatikan saja klinik-klinik kecantikan yang kini tersebar di banyak tempat di Jakarta. Setiap hari, pasien mereka menumpuk, utamanya klinik yang telah mendapatkan kepercayaan. Sebut saja Klinik Erha, Estetika, Arc Clinik, Kartika dan puluhan klinik kecantikan lain yang tersebar di berbagai wilayah di Jakarta.
Dr Titi Moertolo Spkk Skin & Beauty Clinic di Jalan Bendungan Jatiluhur No76, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat menjadi salah satu klinik kecantikan yang sudah begitu terkenal dan mendapatkan banyak testimoni positif di berbagai media sosial dari para pelanggannya. Dan benar saja. Ketika Warta Kota menyambangi klinik tersebut,puluhan orang sedang mengantre untuk melakukan konsultasi maupun perawatan di klinik tersebut.
Beberapa pasien mengaku harus melakukan reservasi dan mengantre selama berjam-jam hanya untuk bisa berkonsultasi dengan dokter kulit di sana. Padahal, konsultasi dilakukan tidak lebih dari 20 menit. Sehari, klinik itu menerima sekitar 100 pasien dari usia balita hingga pasien berumur 80 tahun. Bahkan, agar efisien, konsultasi di klinik itu dilakukan untuk tiga pasien sekaligus secara bersamaan.
Klinik Dr. Kun Jayanata, SpKK(K) di bilangan Senayan, Jakarta Pusat, juga menjadi salah satu klinik kepercayaan banyak kaum hawa. Bahkan, menurut Yuliana (28), pelanggan klinik tersebut, untuk bisa mendapatkan pelayanan dari dokter Kun, pasien harus mengantre selama berjam-jam.
“Apalagi kalau hari Sabtu. Karena dokternya praktik cuma sampai sore, kita harus sepagi mungkin menganbil nomor antrean. Bahkan ada orang yang habis subuh sudah ambil nomor antrean. Memang ribet dan menyita waktu, tapi kalau yang sudah terlanjur cocok dengan dokter dan obatnya, mau tidak mau harus dijalani,” kata Yuliana, warga Jatibening, Bekasi.
Ikhwal perawatan wajah dan kulit memang sudah menjadi tren bagi sebagian besar wanita di Jakarta. Apalagi Klinik kecantikan yang ada saat ini banyak menawarkan berbagai jenis perawatan yang bisa menambah keindahan kulit maupun membentuk tubuhmenjadi lebih menarik. Beberapa wanita bahkan rela menghabiskan hampir separuh gaji tiap bulannya hanya untuk biaya perawatan dan pembelian kosmetik atau vitamin kulit.
Seperti yang dilakukan Rina Lestari (27), seorang karyawati sebuah bank swasta. Demi menjaga penampilan cantik sebagai teller, ia terpaksa merogoh kocek tidak sedikit. Setiap dua pekan hingga satu bulan sekali dia datang ke klinik kecantikan kepercayaannya di daerah Tebet, Jakarta Selatan, untuk melakukan konsultasi dan membeli obat-obatan untuk kulit wajahnya.
"Sekali perawatan Rp700ribu cuma untuk biaya konsultasi dan obat. Kalau sama facial plus beli vitamin lain bisa Rp1 juta lebih. Belum lagi kalau pas kulit wajah lagi bermasalah, harus datang dua minggu sekali ke klinik. Otomatis budget yang dikeluarkan dua kali lipat," katanya.
Sebenarnya Rina sadar, menghabiskan Rp1 juta per bulan atau sepertiga dari gaji bulanannya hanya untuk menjaga kecantikan adalah tindakan pemborosan. Tapi apa boleh buat, perawatan wajah dan kulit sudah dianggapnya sebagai kebutuhan wajib setiap bulan. “Saya kerja melayani banyak orang. Nggak pede kalau ada jerawat atau kulit wajah kusam. Makanya rutin ke dokter. Sebenarnya berat, karena memakan banyak cost dari gaji bulanan. Bahkan kami kaum wanita rela irit jajan dan makan, yang penting ada uang untuk perawatan," katanya.
Tidak hanya kaum pekerja saja yang menganggap perawatan kulit sebagai sebuah ‘kewajiban’. Di kalangan sosialita dan artis, trend seperti ini sudah berlangsung lama. Bahkan, terkait besaran biaya perawatan kecantikan, lebih gila lagi. Menurut keterangan Viona (53), seorang sosialita, besar kecilnya perawatan kaum sosialita bahkan sudah menjadi semacam gengsi.
"Di sela pertemuan para sosialita, pasti ada pembicaraan soal perawatan. Biaya perawatan (kecantikan) yang tinggi seolah jadi adu gengsi. Apalagi yang melakukan perawatan di luar negeri, itu jadi hal yang bisa dibanggakan kepada sosialita lain," jelasnya.
Viona, yang merupakan istri pengusaha perhotelan, mengaku menghabiskan ratusan juta rupiah untuk biaya perawatan wajah dan kulit. "Saya ambil yang paket Rp100 juta di klinik terkenal di daerah Dharmawangsa (Jakarta Selatan). Terdiri dari 10 kali konsultasi dan perawatan, termasuk suntik vitamin. Tiap pertemuan jadwalnya seminggu sekali. Kalau cuma datang konsultasi saja tanpa mengambil paket, biayanya sekitar Rp3 juta," katanya.
Biaya yang dikeluarkan, imbuhnya, tergantung kualitas obat-obatan, misalnya vitamin C dan kolagen yang disuntikkan ke bagian tubuh. “Yang habis sampai miliaran rupiah juga banyak untuk suntik putih ini.”
Dikatakan Viona, suntik vitamin lebih dipilih oleh kalangan berduit, termasuk para artis, karena dianggap lebih praktis dan hasil yang didapatkan bisa dirasakan dalam waktu yang cukup singkat. Meskipun harus merogoh kocek dalam, wanita kalangan atas tetap tertarik menggunakan metode tersebut untuk membuat kulit menjadi lebih cerah, putih dan kencang.
Semua kalangan
Dokter sekaligus pakar kecantikan Titi Moertolo mengungkapkan, klinik kecantikan di Indonesia mulai tumbuh pada awal 1990. Sebelum itu, kata dia, perawatan kecantikan lebih banyak dilakukan di salon-salon khusus. Sedangkan wanita kalangan menengah ke bawah, memanfaatkan kosmetik pasaran seperti bedak, pemutih atau obat jerawat yang dijual luas di apotek atau di toko kosmetik karena harganya yang lebih terjangkau ketimbang melakukan perawatan ke dokter kulit.
“Beberapa salon besar saat itu sudah menyediakan layanan konsultasi oleh spesialis kulit. Tapi jumlahnya belum banyak. Peminatnya pun dari kalangan terbatas karena biayanya tergolong mahal,” katanya.
Sebagai pusat bisnis dan pemerintahan, Jakarta menjadi tempat tinggal para wanita kalangan atas yang terdiri dari istri pengusaha, pejabat, ekspatriat dan sebagainya. Selaras dengan pergaulan dan gaya hidup, penampilan menjadi salah satu modal utama. Praktis mereka mencari tempat untuk merawat kecantikan tubuh. Sebagian mencarinya sampai ke luar negeri, karena layanan klinik kecantikan di Jakarta saat itu masih sangat terbatas.
Melihat fenomena tersebut, Dr Titi berinisiatif membuka klinik khusus kulit dan kecantikan di kediaman pribadinya di bilangan Bendungan Hilir pada Maret 1993. “Saat itu saya ingat, baru ada beberapa klinik yang khusus menangani kecantikan. Selebihnya, salon-salon yang menyediakan layanan konsultasi dokter kulit,” katanya.
Bisnis klinik kecantikan yang ia dirikan, segera mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Dalam tempo singkat, klinik milik Dr Titi dikenal luas. “Menyebarnya dari mulut ke mulut saja. Karena saat itu memang klinik kecantikan masih sangat terbatas,” ujarnya.
Beberapa tahun kemudian, kata Dr Titi, mulai bermunculan klinik kecantikan baru yang menawarkan berbagai macam pelayanan, dari urusan penyakit kulit hingga membuat wajah lebih menawan.
Booming perawatan kecantikan di klinik kecantikan bagi masyarakat luas mulai terjadi sekitar tahun 2010an. Alasannya, banyak dokter spesialis kulit yang membuka praktik dan bermunculannya klinik-klinik kecantikan baru yang mematok harga relatif terjangkau. Pergeseran pun terjadi. Jika sebelumnya, masyarakat kelas pekerja memilih membeli kosmetik di apotek atau toko-toko kosmetik, mereka mulai beralih datang ke klinik yang khusus menangani kecantikan. Mulai saat itu, datang ke dokter spesialis kulit atau klinik kecantikan bukan lagi dianggap sebagai kebiasaan wanita-wanita kalangan atas.
“Sekarang melakukan perawatan ke dokter kecantikan sudah jadi hal biasa. Itu karena masyarakat punya banyak pilihan klinik, yang sesuai dengan kebutuhan dan budget mereka. Dari klinik yang murah sampai mahal sekarang ada semua,” katanya.
Bumerang
Keinginan yang terlalu besar untuk mendapatkan wajah cantik dan kulit mulus justru bisa menjadi boomerang sendiri, kata Dr Titi. Hal itu bisa dilihat dari kurangnya ketelitian masyarakat dalam memilih kosmedik atau obat-obatan saat menjalani perawatan kecantikan.
“Kosmedik sendiri adalah kosmetik yang telah ditambahkan beberapa bahan-bahan aktif seperti zat anti gatal, anti bakteri, anti jerawat dan sebagainya. Tiap dokter di klinik biasanya mempunyai ramuan kosmedik yang berbeda-beda,” kata Dr Titi.
Masalahnya, kata dia, masyarakat biasanya hanya melihat hasil yang didapatkan dari kegiatan perawatan ke dokter spesialis kulit tertentu, tanpa meneliti secara cermat kosmedik dan obat-obatan yang diberikan. “Karena obsesinya yang begitu besar untuk dapat mendapatkan perubahan pada kulitnya, misalnya ingin menjadi lebih putih, aspek kesehatan jadi dihiraukan.”
Kenyataannya, imbuh Dr Titi, sekarang banyak sekali kosmetik berbahaya yang masih beredar dan digunakan masyarakat. Termasuk adanya oknum dokter kecantikan yang mencampurkan zat berbahaya di dalam kosmedik hanya demi mengejar keuntungan semata.
“Mereka taunya cuma wajah mereka berubah menjadi putih hanya dalam hitungan hari, tanpa perduli bahaya dari kosmetik atau obat yang mereka gunakan. Hal ini yang sebenarnya harus diingatkan kepada masyarakat. Malah yang memprihatinkan kalau ada dokter yang hanya mengejar keuntungan materi saja dan mengkesampingkan kesehatan pasien. Misalnya, jaminan wajah berubah menjadi putih hanya dalam waktu beberapa hari. Padahal kosmedik yang digunakan itu mengandung bahan-bahan berbahaya termasuk mercury.”
Padahal, kata Dr Titi, efek yang akan ditimbulkan dari penggunaan kosmetik atau kosmedik berbahan mercury bisa sangat fatal. “Mercury bisa menyerang saraf manusia dan menyebabkan beberapa penyakit ikutan seperti insomnia, depresi dan sebagainya. Juga bisa mengganggu janin dan membuat anak yang dilahirkan menderita autis. Selain itu, penggunaan mercury bisa mengganggu kesehatan organ vital,” jelasnya.
Selain itu, imbuh Dr Titi, fenomena suntik vitamin dan kolagen dalam merawat kecantikan secara berlebihan sebenarnya tidak dianjurkan. Selain bisa berbahaya bagi kesehatan tubuh, suntik vitamin ini jika dilakukan secara terus menerus bisa menyebabkan addict atau ketergantungan secara psikologis
“Termasuk fenomena suntik vitamin C untuk memutihkan kulit tubuh. Banyak masyarakat yang melakukan itu secara terus menerus. Mereka seperti ketagihan dan akan merasa kurang percaya diri jika mereka menghentikan suntik vitamin ini. Di saat sama, sebenarnya mereka tidak sadar mereka sedang melakukan penyiksaan terhadap dirinya sendiri,” imbuh Dr Titi. Beberapa penyakit gang bisa ditimbulkan dari kegiatan suntik putih ini, kata Dr Titi, seperti tulang keropos, gangguan menstruasi hingga susah mendapatkan keturunan.
Dr Titi meminta agar masyarakat lebih pandai menghadapi fenomena datang ke klinik kecantikan. “Dokter kulit dan klinik kecantikan saat ini jumlahnya sudah sangat banyak. Masyarakat harus benar-benar selektif memilih dokter. Jangan hanya tergiur dengan janji dan bukti wajah bisa putih dalam waktu singkat, namun sebenarnya bahan kosmedik yang digunakan mengandung zat berbahaya.”
“Juga hati-hati membeli kosmetik di pasaran, yang menjanjikan perubahan warna kulit menjadi putih dan cerah dalam waktu beberapa hari. Baik itu kosmetik yang dijual di toko maupun yang ditawarkan penjual secara online. Tampil cantik itu perlu, tapi harus tetap mengedepankan aspek kesehatan,” imbuhnya.
Terapi Aura, Panggil Batin, Pasang Susuk
Banyak cara yamg ditempuh kaum hawa untuk membuat dirinya tampil lebih cantik dan menawan. Selain datang ke klinik kecantikan dan menggunakan kosmedik-kosmedik racikan para dokter spesialis, sebagian wanita ingin menambah kecantikannya dengan datang ke klinik-klinik untuk membuka aura. Motode pembukaan aura ini turut booming seiring gaya hidup masyarakat perkotaan dalam menjaga kecantikan diri.
Salah satu klinik terkenal adalah Gayatri Aura Therapy yang beralamat di jalan Duren Tiga Barat VII-Vi, Mampang, Jakarta Selatan. Wanita dari berbagai kalangan seperti selebritis, pejabat, dokter, psikiater, pengusaha sampai ibu rumah tangga menjadi langganan klinik tersebut. Tujuan mereka, membuka aura dalam diri dalam rangka membuka inner beauty dan tampil percaya diri seutuhnya.
Menurut Gayatri, pemilik klinik tersebut, terapi aura selain memiliki manfaat dalam hal kesehatan juga mampu membangkitkan semangat serta kepercayaan diri seseorang. Menurutnya, wanita yang selama ini ‘kecanduan’ menggunakan kosmetik mahal serta melakukan perawatan ke dokter spesialis dengan biaya besar, tidak selamanya memiliki pesona meskipun telah terjadi perubahan dalam fisiknya; misalnya kulit lebih putih, mulus dan kencang. Terapi aura, kata dia, selainberpengaruh pada kecantikan yang membuat wajah tampil lebih cerah dan karismatik, juga bisa memengaruhi kualitas kehidupan pribadi seperti gaya hidup, percintaan, kesuksesan karier, pengambilan keputusan dan banyak lainnya
“Banyak orang yang berwajah cantik dan secara dandanan mewah, namun tidak terpancar aura positif dari dalam dirinya. Ini sebenarnya hanya contoh kecil saja, dimana wanita cantik tapi karakter wajahnya tidak enak dipandang karena auranya tidak keluar,” katanya kepada Warta Kota.
Jika aura positif masih terpendam, secantik apapun penampilan seorang wanita, mereka seperti tidak pernah puas. Hal itu, kata Gayatri, karena minimnya rasa percaya diri terhadap apa yang dimiliki wanita tersebut. “Justru yang ada wanita merasa ketergantungan dengan obat-obatan atau kosmetik agar dia selalu kelihatan cantik. jika terus-menerus menggunakan kosmetik atau kosmedik, bisa berbahaya untuk kesehatan. Bayangkan saja tubuh kita bersentuhan dengan zat-zat kimia dalam waktu yang lama.
Dalam praktiknya, Gayatri mencoba membimbing pasien untuk membuka aura di dalam dirinya. Dengan metode yang dimilikinya, energi negatif pasien akan coba dibuang. Sebaliknya, ia akan mencoba membantu menggali energi positif si pasien.
“Manfaatnya banyak sekali. Selain bisa membuat kedamaian dan ketenangan, pancaran kecantikan alami dari dalam diri akan muncul. Dan kecantikan alamiah ini jauh lebih berharga ketimbang cantik buatan atau dipoles menggunakan kosmetik-kosmetik. Akibatnya, orang akan enak dipandang, mempunyai wibawa bahkan pesona yang tinggi,” kata Gayatri yang sudah membuka layanan terapi aura sejak 1980an.
Untuk terapi aura, biaya yang dikeluarkan pasien relatif Rp2,5 juta untuk pembukaan tujuh titik aura. Biaya tersebut jauh lebih sedikit ketimbang biaya yang harus dikeluarkan wanita saat dia datang ke klinik kecantikan ternama, apalagi untuk suntik vitamin C atau suntin putih. “Bahkan pernah ada pasien saya, sampai jual rumah hanya untuk melakukan pewaratan tubuh ke dokter (spesialis kulit) mahal,” ujar Gayatri.
Aktivasi Batin
Metode lain untuk menggali kecantikan alamiah yakni dengan mengaktivasi batin. Wanita biasanya datang ke ahli spiritual atau paranormal untuk membantu menggugah batin dan mendapatkan pancaran aura cantik dari dalam tubuh.
R Ayu Welly Nur Rachmadiyah, pakar supranatural mengatakan, proses memanggil batin sama halnya dengan menghidupkan potensi-potensi luar biasa yang dimiliki melalui kekuatan batin setiap manusia. Metode seperti ini, dikatakannya, kerap digunakan wanita untuk menggugah aura kecantikan serta menampakkan pesona bagi siapapun yang melihatnya.
“Ini bukan perkara mistis, namun lebih kepada memanggil dan memprogram batin supaya batin lebih hidup. Kekuatan batin manusia sangat luar biasa dan mampu melakukan banyak hal jika sudah dihidupkan. Termasuk untuk menambah kecantikan,” katanya ketika ditemui Warta Kota di kediaman sekaligus tempat praktiknya, di Jalan Saphire Blok D1 No 1, Bekasi.
Luar biasanya, imbuh keturunan Sri Sultan Hamengkubuwono VII ini, kekuatan batin juga mampu membuat wanita berubah lebih cantik secara fisik. “Kita perintahkan atau sugesti batin kita untuk membuat perubahan pada fisik juga bisa. Untuk wanita, bisa membuat wajah makin cantik, hidung mancung, bibir lebih seksi, payudara sintal, vagina rapat berdenyut dan sebagainya. Biasanya, sekali pasien datang sudah ada perubahan sesuai yang diinginkan,” katanya.
Pasien yang pernah ditangani Ayu Welly dari artis, pejabat, pengusaha hingga orang luar negeri yang sengaja datang untuk melakukan terapi. “Umumnya mereka mengalami masalah kurang percaya diri terhadap apa yang dimiliki. Mereka sudah banyak melakukan perawatan ke klinik terkenal, tapi tetap saja merasa ada yang kurang,” kata Ayu Welly yang telah mendapatkan beberapa penghargaan atas prestasinya sebagai ahli supranatural.
“Banyak juga yang ingin tampil cantik untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, supaya suaminya tidak macam-macam dengan perempuan lain dan betah di rumah. Yang alasannya sulit mendapatkan jodoh juga ada,” imbuhnya.
Teknis pelaksanaan terapi ini, pasien sebelumnya dilakukan pembersihan energy negative dengan mandi ruwat. Kemudian, aura si pasien dibuka. Selanjutnya, proses pemanggilan batin dan pembacaan doa-doa. “Prosesnya hanya sekitar 1,5 jam pasien sudah bisa merasakan perubahan. Selanjutnya, mereka hanya berdoa sesuai yang dihajatkan. Perlu diketahui, terapi pemanggilan batin murni penggalian potensi diri dan tidak ada pantangan apa-apa,” katanya.
Susuk
Bukan rahasia lagi penggunaan susuk mampu menghidupkan pesona luar biasa wanita. Artis-artis, model, pekerja seks komersial atau perempuan yang memiliki tujuan tertentu tidak sedikit dari mereka mengambil pilihan tersebut demi menunjang karier atau menebar pesona. Ayu Welly menyebut, pemasangan susuk sebenarnya justru merugikan penggunanya.
“Susuk ada bentuk barang, bisa emas, berlian dan sebagainya yang dimasukkan ke bagian tubuh tertentu setelah mendapatkan ‘isian’ dari si pemasang. Tidak lain isi dari susuk itu adalah jin,” katanya.
Pemasangan susuk ini tidak bisa all in one seperti metode panggil batin atau terapi aura. “Maksudnya, satu susuk digunakan untuk pemikat di bagian dimana susuk itu terpasang. Misalnya, wanita ingin pesona matanya hidup, maka dia memasang susuk di bagian sekitar mata. Kalau ingin payudara menjadi pesona, dia pasang lagi di bagian payudara. Jadi tidak bisa all in one. Malah saya pernah menangani pasien yang telah memasang 100 susuk di bagian tubuhnya,” katanya.
Dalam kehidupannya, wanita yang memasang susuk akan diliputi perasaan tidak tenang. Tersebab, terang Ayu Welly, di dalam tubuh wanita tersebut dilingkupi oleh jin atau kekuatan negatif. “Jin-jin itulah yang membuat pesona wanita pemasangnya jadi keluar. Yang menipu orang agar perhatiannya tertuju kepada si pemasang susuk. Akibat pemasangan susuk seperti itu juga membuat si pemasang jadi lebih agresif atau lebih binal,” jelasnya.
Beberapa artis ternama di Indonesia, dikatakannya, menggunakan susuk agar memiliki pesona kuat dan tetap eksis di jagad hiburan. “Kalau saya tidak melayani pasang susuk berupa barang seperti itu karena itu dilarang oleh agama. Biasanya saya justru dimintai tolong untuk mengeluarkan susuk,” ungkapnya.
News Analisis
oleh Musni Umar, Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah
Fenomena latah
Menjaga atau menambah kecantikan dengan menggunakan kosmetik-kosmetik mahal atau datang ke klinik kecantikan sudah menjadi gaya hidup wanita perkotaan. Dari usia anak sekolah sampai wanita tua menganggap merawat kecantikan sebagai sebuah kebutuhan, meskipun biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit jumlahnya.
Dulunya,kebiasaan merawat kecantikan dengan budget mahal seperti ini hanya dilakukan oleh wanita golongan atas. Tetapi, berbeda dengan sekarang dimana kaum wanita bisa dengan leluasa datang ke klinik kecantikan yang memang sudah banyak tersebar di Jakarta. Kita semua sepakat, wanita yang tampil cantik akan lebih menarik dan percaya diri. Tetapi, dalam kacamata saya, fenomena seperti ini, seperti yang dilakukan masyarakat sekarang, terjadi karena gaya hidup yang latah.
Faktanya, para wanita berbondong-bondong datang ke klinik kecantikan dan menghabiskan banyak uang hanya untuk merawat kecantikan sudah digunakan sebagai sebuah gengsi. Seorang wanita akan bangga jika menceritakan kepada teman-temannya soal klinik kecantikan mahal yang menjadi langganannya.
Fenomena latah ini bisa menjadi hal negatif apabila teraplikasi pada masyarakat berpenghasilan tidak besar. Apalagi, mereka sampai memaksakan diri, menghabiskan uang hanya untuk mengurusi masalah kecantikan, sementara pemenuhan kebutuhan lain jadi terbengkalai. Sebut saja seorang pekerja dengan gaji pas-pasan, namun menerapkan gaya hidup seperti itu; mewajibkan datang ke klinik kecantikan meskipun keuangan sedang tidak bagus. Ini tentunya akan menjadi masalah baru.
Bahkan, bisa jadi, berdampak kepada tindakan-tidakan yang tidak lazim, misalnya seorang wanita single yang mendekati pria bahkan sampai rela menjual diri hanya untuk memenuhi kebutuhan perawatan kecantikannya yang menghabiskan banyak uang. Ini benar-benar bisa terjadi.
Selain itu, untuk wanita bersuami, pengeluaran besar untuk perawatan kecantikan bisa saja menjadikan hubungan keluarga menjadi tidak harmonis. Ini terjadi jika si istri selalu meminta uang di luar uang belanjanya, apalgi dalam jumlah besar, di kondisi lain gaji sang suami tidak besar. Dampak ikutan lainnya, suami bisa mencari segala macam cara untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan perawatan kecantikan si istri. Termasuk melakukan korupsi di instansi tempatnya bekerja.
Aspek kesehatan juga sering diabaikan para wanita. Demi mendapatkan wajah dan tubuh cantik secara instan, mereka rela melakukan apa saja, termasuk penggunakan bahan-bahan kimia berbahaya. Ini sudah di luar nalar.
Harusnya, pemenuhan kebutuhan kecantikan ini dikontrol dengan baik. Jangan sampai wanita memiliki wajah cantik namun kehidupan pribadinya berantakan. Jangan hanya terbawa arus, melakukan perawatan di klinik terkenal berbiaya mahal dan mengabaikan banyak factor penting lainnya. Menjadi cantik itu baik, tapi cantiklah yang sehat dan sewajarnya. Dalam hal ini harus sesuai dengan kemampuan.
Hujan deras terus mengguyur Jakarta Selasa (8/2) pagi hingga siang. Akibatnya, suasana di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Cililitan tak seramai biasanya. Anak-anak yang biasanya memenuhi area taman, hanya berkumpul di sudut-sudut tertentu. di beberapa kesempatan, tawa kelakar mereka pecah menembus rintik hujan.
Menjelang sore, serombongan anak-anak datang menerjang hujan lebat. Mereka segera berkumpul di ruang serba guna RPTRA Cililitan. Beberapa benda seperti kertas koran dan gunting dikeluarkan dari tas masing-masing.
"Ada tugas ketrampilan membuat anyaman keranjang. Makanya kami kumpul di sini. Besok tugas ini sudah harus dikumpulkan," cetus Dania (12), salah satu dari rombongan. Mereka adalah murid kelas VI SD Cilincing 03 Pagi.
Sekitar satu jam anak-anak tersebut berusaha menyelesaikan tugas, namun tak jua membuahkan hasil. Iis Mulyati (45), seorang pengelola RPTRA menghampiri kemudian membantu anak-anak itu menyelesaikan anyaman keranjang. Anak-anak itu pun antusias mengikuti penjelasan-penjelasan dari Iis dalam menyelesaikan tugas mereka.
“Sudah biasa anak-anak berkumpul di sini untuk belajar bersama atau menyelesaikan tugas. Kalau mereka mengalami kesulitan, biasanya mereka bertanya kepada kami,” kata Iis.
Keberadaan ruang publik di Jalan Buluh, Kramatjati, Jakarta Timur itu sangat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat sekitar. Sebab, mencari ruang terbuka di area perkampungan di Jakarta selama ini sulit. Setiap hari, jika cuaca sedang bersahabat, ada saja masyarakat yang beraktifitas di taman tersebut. Terlebih pada akhir pekan, masyarakat memanfaatkan tempat itu untuk berolahraga, mengajak buah hati bermain atau sekadar menikmati udara segar sambil becengkerama dengan warga lain.
“Semua lapisan masyarakat, dari anak-anak sampai orang tua aktif di sini. Adapun agenda rutin yang digelar di sini di antaranya senam lansia, pertemuan ibu-ibu PKK, kegiatan belajar mengajar di PAUD, posyandu, latihan karate dan silat dan masih banyak lagi,” terang Destiyana, staf pengelola RPTRA Cililitan.
“Yang membanggakan, banyak masyarakat sini yang tadinya tidak saling mengenal dan tidak bertegur sapa, kemudian akrab karena sering berkumpul di sini,” imbuh Desti.
Berdayakan Anggota PKK
RPTRA Cililitan yang merupakan RPTRA terbesar dengan luas sekitar 4000 meter persegi itu dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Misalnya, PAUD, ruang laktasi bagi ibu menyusui, ruang serba guna, theater terbuka, arena bermain, alat fitness, ruang konseling, perpustakaan dengan layanan internet gratis dan yang menarik adanya retail yang bernama GrossMart. Dalam pemanfaatan retail tersebut, pengelola melibatkan anggota PKK di kelurahan Cililitan.
“Sistemnya nanti bagi hasil. Jadi, di Kelurahan Cililitan ada 16 RW. Masing-masing RW kita tunjuk satu wakil dari PKK setempat untuk melakukan survey ke kios-kios kecil di wilayahnya. Nanti mereka mengambil barangnya di GrossMart. Kalau pemesanan banyak, kita ambilkan di PKK tingkat provinsi karena semua stok barang kami semuanya dari sana,” jelasnya.
“Sesuai arahan Ibu Veronica (Ketua PKK Jakarta), anggota PKK diharapkan bisa hidup dan melakukan hal-hal positif. Seperti kami para pengelola RPTRA sebelumnya dianggap sebagai kader PKK terbaik kemudian kami diminta mengikuti seleksi. Jadi, tugas kami tidak hanya mengelola tempat ini saja, namun juga membantu menghidupkan kegiatan PKK di kawasan ini.”
Fasilitas layanan konseling juga menjadi hal yang unik. Kata Destiana, di ruang konseling itu warga, terutama ibu-ibu, bisa mencurahkan segala persoalan yang dihadapi dan mereka akan mendapatkan masukan-masukan untuk menemukan jalan keluar dari permasalahan.
“Masalah apa saja bisa dikonsultasikan di sini. Seringnya ibu-ibu curhat masalah rumah tangganya karena mungkin ia tidak enak jika curhat dengan tetangga atau orang lain. Kami biasanya memberikan saran-saran. Di ruang itu juga ada layanan KB dari petugas PLKB kecamatan,” kata Desti.
Keamanan
Banyaknya penyalahgunaan di taman-taman di Jakarta selama ini menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Untuk mengantisipasi hal itu, di setiap RPTRA di Jakarta ditempatkan kamera CCTV yang terintegrasi satu sama lain. Begitu juga di RPTRA Cililitan, yang dilengkap dengan enam kamera CCTV.
Hanya saja, sampai saat ini enam kamera CCTV itu belum berfungsi sebagaimana mestinya meskipun pemasangannya sudah dilakukan sejak peresmian RPTRA oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama,, Oktober 2015 silam.
“Kami sudah berulangkali melaporkan ini ke Dinas Kominfo, namun sampai sekarang belum berfungsi juga,” kata Desti.
Dari puluhan RPTRA di Jakarta, kamera CCTV baru bisa berfungsi di beberapa tempat saja seperti RPTRA Cideng, RPTRA Kembangan, RPTRA Sungai Bambu dan RPTRA Bahari. Dengan aktifnya kamera CCTV di sana, Pemprov DKI hingga pengelola masing-masing RPTRA bisa melihat aktifitas-aktifitas langsung melalui sebuah situs khusus yang dibuat pihak Pemprov.
“Fungsi CCTV memang sangat penting karena selain untuk faktor keamanan, misalnya pengawasan anak-anak ketika bermain, kita bisa memantau aktifitas lain di sekitar RPTRA,” jelasnya.
Tetapi Desti memastikan meskipun kamera CCTV belum berfungsi, tidak ada penyelewengan yang dilakukan di area RPTRA. Pasalnya, dalam menjaga RPTRA selama buka dari 05.00 hingga 22.00, pihaknya dibantu oleh anggota Satpol PP. “Kami pengelola ada enam orang yang selalu mengawasi aktifitas di RPTRA saat jam kerja siang hari. Malam harinya, ada dua petugas Satpol PP yang menjaga tempat ini,” jelasnya. (fha