Berkunjung
ke museum sudah pasti akan menambah
wawasan kita, yang berimbas kepada bertambahnya kecintaan kita terhadap bangsa
Indonesia. Salah satu museum yang patut Anda kunjungi, adalah Museum Penerangan yang berada
di Komplek Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Pondok Gede, Jakarta Timur.
Seperti namanya, di museum ini kita akan mendapatkan informasi lengkap
mengenai sejarah penerangan di Indonesia.
Museum yang
berada di bawah naungan Depkominfo (Departemen Komunikasi dan Informatika )
ini yang menempati areal
seluas 10.850 m2 dengan luas bangunan 3.980 m2 dan diresmikan pada tanggal 22
April 1993. Bermula dari inisiatif Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan
kawan-kawan yang mendirikan surat kabar “Retno Doemilah” di Tanah Jawa pada
1898. Surat kabar ini merupakan surat kabar pertama kaum pribumi. Selanjutnya,
pada tahun 1908 Dr.Soetomo dan kawan-kawan
mendirikan gerakan “Boedi Oetomo” yang dikenal sebagai awal Kebangkitan
Nasional. Pergerakan Boedi Oetomo ini dijadikan sebagai titik tolak operasional
penerangan melalui media tatap muka.
Berdasarkan
koleksi yang disajikan serta cerita-cerita sejarah penerangan yang tersaji,
keberadaan Museum Penerangan di Taman Mini Indonesia Indah
setidaknya mampu memberikan gambaran tentang kehidupan dan negara Indonesia
melalui sejarah perjuangan penerangan di Indonesia.
Bangunan museum ini memiliki tiga lantai, berbentuk bintang bersudut lima yang mengandung arti, yakni selain melambangkan dasar negara dan ideologi bangsa, Pancasila, juga melambangkan lima unsur media penerangan, yakni penerangan tradisional, radio, televisi dan pers yang juga dilambangkan oleh lima patung yang mengelilingi tugu 'Api Nan Tak Kunjung Padam' yang berada di area halaman museum.
Di atas pintu lantai satu, terdapat tulisan 'Dahana Ambuka Wiwaraning Bumi' yang artinya api atau sinar yang membuka kegelapan dunia, bermakna penerangan yang berperan dalam mencerdaskan bangsa. Selain itu juga memiliki arti 1993 yakni tahun diresmikannya MuseumPenerangan.
Silinder di atap bangunan, melambangkan kentongan yang merupakan sarana tradisional, menyangga kerucut yang melambangkan antena, yang merupakan sarana modern. Ini mengandung arti bahwa sarana tradisional digunakan bersama-sama dengan saana modern saling mengisi.
Saat ini, Museum Penerangan memiliki koleksi sejumlah 431 buah. Berbagai macam koleksi tersebut berupa surat kabar, foto, miniatur, diorama, maket dan patung tokoh perfilman dan pers yang dilengkapi dengan audio player dengan sistem koin. Selain itu, MuseumPenerangan memiliki perpustakaan yang saat ini jumlahnya mencapai 1633 buku.
Bangunan museum ini memiliki tiga lantai, berbentuk bintang bersudut lima yang mengandung arti, yakni selain melambangkan dasar negara dan ideologi bangsa, Pancasila, juga melambangkan lima unsur media penerangan, yakni penerangan tradisional, radio, televisi dan pers yang juga dilambangkan oleh lima patung yang mengelilingi tugu 'Api Nan Tak Kunjung Padam' yang berada di area halaman museum.
Di atas pintu lantai satu, terdapat tulisan 'Dahana Ambuka Wiwaraning Bumi' yang artinya api atau sinar yang membuka kegelapan dunia, bermakna penerangan yang berperan dalam mencerdaskan bangsa. Selain itu juga memiliki arti 1993 yakni tahun diresmikannya MuseumPenerangan.
Silinder di atap bangunan, melambangkan kentongan yang merupakan sarana tradisional, menyangga kerucut yang melambangkan antena, yang merupakan sarana modern. Ini mengandung arti bahwa sarana tradisional digunakan bersama-sama dengan saana modern saling mengisi.
Saat ini, Museum Penerangan memiliki koleksi sejumlah 431 buah. Berbagai macam koleksi tersebut berupa surat kabar, foto, miniatur, diorama, maket dan patung tokoh perfilman dan pers yang dilengkapi dengan audio player dengan sistem koin. Selain itu, MuseumPenerangan memiliki perpustakaan yang saat ini jumlahnya mencapai 1633 buku.
Berbagai
upaya telah dilakukan pihak manajemen museum untuk meningkatkan pelayanan
kepada para pengunjung dalam hal memberikan informasi tentang dunia broadcase.
Diantaranya terlihat dengan adanya fasilitas studio audio dan video. Fasilitas
ini sebagai media pembelajaran dan sumber informasi ilmu sesuai dengan kemajuan
perkembangan zaman yang kaya dengan informasi dan teknologi pengetahuan
sehingga bisa bermanfaat bagi para pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum yang
berkunjung ke Museum Penerangan. Selain itu, media center yang ada
di lantai satu, bisa digunakan oleh para pengunjung mengakses internet secara
gratis.
Di museum ini, juga terdapat relief
sepanjang 100 meter dengan lebar 1,5 meter. Relief ini berisi mengenai cerita
tentang para setan yang mengganggu Adam dan Hawa. Cerita tersebut, mengawali
sejarah komunitas sosial dan sejarah penerangan bagi bangsa Indonesia yang
terbagi dalam lima periode.
Selain
relief, di lantai dua juga terdapat sebanyak tujuh diorama yang dilengkapi
dengan sensor sinar yang akan langsung bersuara menceritakan diorama
tersebut apabila terkena bayangan pengunjung. Diorama tersebut menggambarkan
tentang kegiatan penerangan dalam membangkitkan nasionalisme , menyatukan
bangsa dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan.
Sedangkan
di lantai tiga museum ini, terdapat sebuah studio mini televisi,
radio dan juga film. Studio tersebut pernah digunakan oleh Televisi Republik
Indonesia (TVRI) dan Radio Republik Indonesia (RRI) untuk menyiarkan informasi
kepada masyarakat.
Media Penerangan Tradisional
Pernahkah kita
mengingat atau sekadar membayangkan bagaimana caranya para tokoh atau pemuka
jaman dulu menyebarkan informasi atau pencerahan kepada masyarakat luas?
Tentunya kondisi dulu tidak sama dengan kondisi sekarang dimana teknologi sudah
maju.
Ternyata, banyak cara
yang dilakukan untuk memberikan penerangan, menyebarkan informasi atau
saat memberikan pengumuman kepada masyarakat, salah satu caranya adalah dengan
menggunakan media tradisional seperti kentongan, dengan media wayang, dan
sebagainya.
Seperti diketahui,
masyarakat majemuk Indonesia yang terdiri dari beragam suku memiliki alat
komunikasi tradisional dengan ciri khas masing-masing. Selain dengan kentongan
atau wayang, ‘Mangkok Merah’ digunakan oleh Suku Dayak untuk menyebarkan
informasi apabila sukunya berada dalam bahaya. Adapula ‘Tois’, terompet kulit
karang ini digunakan sebagai alat komunikasi di Nusa Tenggara Timur.
Di lantai satu Museum Penerangan, kita bisa menyaksikan beragam
alat-alat penerangan tradisional. Ada dua kentongan yang unik, yakni yang
dinamai kentongan hijau. Kentongan ini dibuat oleh mahasiswa Universitas
Gajah Mada (UGM) yang sedang melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Wates, Kulon
Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kentongan ini bentuknya sangat unik, kental
dengan nuansa seni, maka maklum jika kentongan ini menjadi koleksi Museum Penerangan. Selanjutnya, ada juga kentongan
yang tak kalah unik, yakni kentongan berukir dari Kabupaten Wonogiri. Ditengok
sepintas, orang mungkin tidak sadar bahwa ini sebuah kentongan, karena bentuk
kentongan ini sangat indah. Ukiran menyelimuti seluruh badannya.
Di tempat asalnya,
khususnya di daerah Jawa, kentongan digunakan sebagai media menyampaikan
informasi kepada masyarakat. Bisa berupa panggilan untuk berkumpul, penanda
sebuah bahaya, penada kematian dan untuk memberitahukan informasi yang lain.
Biasanya, masyarakat
sudah bisa tahu informasi apa yang disampaikan oleh kentongan itu, dengan
menghitung berapa kali kentongan itu dipukul. Misalnya, jumlah pukulan berirama
sebanyak tujuh kali, menandakan adanya kematian di kampung tersebut atau kentongan
yang dipukul secara cepat dan berulang menandakan adanya bahaya, baik kebakaran
maupun ada maling (pencuri). Bisa juga digunakan sebagai penanda waktu,
dilakukan oleh para peronda atau kentongan yang kerap digunakan penduduk untuk
membangunkan masyarakat untuk bangun sahur, di bulan ramadhan. Hingga kini, di
beberapa daerah kentongan juga masih berlaku, meski sudah ada pengeras
suara.
Nah, informasi ini
mungkin bisa bermanfaat bagi Anda, atau sekadar membawa Anda pada kenangan masa
lampau, dimana budaya kentongan masih sangat karib dengan kehidupan masyarakat,
dari dulu hingga sekarang.
Penerangan di Sela-Sela Pertunjukkan
Wayang
Memberikan penerangan
kepada masyarakat, juga bisa dilakukan dengan menyelipannya ke dalam cerita
pewayanga. Hal ini, sudah mulai dilakukan sejak masa dahulu, saat wayang kulit
digunakan sebagai media untuk menyebarkan agama.
Di Museum Penerangan, terdapat beberapa contoh wayang
sebagai media penyebaran informasi maupun untuk memberikan penerangan kepada
masyarakat luas. Salah satunya adalah Wayang Suluh, yang bentuknya, baik
potongan maupun pakaiannya mirip dengan orang dalam kehidupan
sehari-hari.
Wayang ini timbul pada
masa perjuangan kemerdekaan yaitu tahun 1945–1949. Wayang Suluh berarti Wayang
Penerangan, sedangkan arti dari kata suluh sendiri bisa pula dikatakan sebagai
obor yang digunakan sebagai alat penerangan di tempat gelap. Lazimnya, wayang
suluh terbuat dari kulit kerbau dan dibuat pertama kali pada tahun 1947 oleh
Departemen Penerangan Republik Indonesia.
Tujuan dari pembuatan
wayang ini adalah untuk penyuluhan yang sifatnya propaganda perjuangan agar
Bangsa Indonesia bersemangat berjuang dalam rangka mempertahankan kemerdekaaan
Republik Indonesia. Wayang suluh dibuat berdasarkan tokoh-tokoh perjuangan
seperti Sukarno dan Hatta serta tokoh-tokoh Belanda
Jenis wayang kedua
yang ada di Museum Penerangan adalah Wayang Wahono. Fungs wayang ini adalah
menyampaikan penerangan kepada masyarakat terutama yang memeluk agama islam.
Ceritanya sendiri menjelaskan persatuan dan kesatuan dengan harapan agar umat
Islam mampu lebih mendalami dan menghayati agamanya serta waspada terhadap
siapapun yang inginnn memecah belah persatuan dan kesatuan.
Kemudian, ada Wayang
Wahyu. Munculnya Wayang Wahyu merupakan gagasan dari Booeder Timo Heus
Wignyosubroto, seorang pastur dari Surakarta, yang pernah menyaksikan
pergelaran wayang kulit pada tanggal 13 Oktober 1957 di Himpunan Budaya
Surakarta (HBS) yang dilakukan oleh dalang MM. Atmowijoyo dengan mengambil
lakon ”Dawud Mendapat Wahyu Kraton” yang diambil dari dari kitab suci
Perjanjian Lama.
Adapun wayang memakai
peranan Dawud ialah Bambang Wijanarko dan Goliath memakai Kumbokarno. Hal itu
membuat perasaan kurang serasi. Pada tahun 1959, setelah diadakan tukar pikiran
dengan MM. Atmowijoyo, R. Roesradi Wijoyosawarno dan J. Soetarmo, mulai didapat
kata sepakat untuk merealisasikannya. Wayangnya dibuat oleh R.Roesradi pada
tahun 1960.
Lakon maupun sumber
dari wayang Wahyu dari Kitab Suci Perjanjian Lama dan Baru, dimana didalamnya
tertulis wahyu-wahyu atau firman-firman Tuhan. Cerita wayang kulit Wahyu
dimulai dari Nabi Adam dan Siti Hawa berada di surga diganggu oleh setan
sehingga diturunkan ke dunia. Wayang ini dibuat untuk kepentingan visualisasi
agama Katolik dan dipentaskan setiap hari besar katolik.
Demikianlah, ternyata
media wayang cukup ampuh digunakan sebagai penerangan kepada masyarakat luas.
Wayang, selain sebuah tontonan, juga bisa menjadi tuntutan, terkait dengan isi
cerita yang sarat dengan makna.
Mesin Cetak Lawas
Di museum ini, kita juga bisa menyaksikan
berbagai macam koleksi mesin cetak yang berusia tua dan tentunya memiliki
sejarah bagi perkembangan dunia penerangan di Indonesia. Koleksi-koleksi ini
menempati ruangan di lantai satu bangunan museum.
Salah
satunya adalah yang dinamakan mesin cetak tinggi. Mesin ini, pada masa
perjuangan, mempunyai andil besar dalam mencetak beberapa dokumen Negara
Republik Indonesia, poster-poster penggalangan persatuan, Oeang Republik
Indonesia (ORI) dan pidato-pidato Preseiden Republik Indonesia yang
disebarluaskan ke masyarakat. Mesin ini memiliki kemampuan cetak sampai 1.500
eksemplar per jam. Mesin cetak buatan Jerman barat ini mulai digunakan
Percetakan Negara Republik Indonesia pada tahun 1945.
Di
ruangan sama, terdapat sebuah mesin berukuran cukup besar, dinamakan mesin
Opmak.. mesin ini merupakan tempat untuk menyusun tata letak halaman-halaman
suatu naskah, antara lain pernah digunakan menyusun pengumuman-pengumuman
proklamasi kemerdekaan dan lembaran negara Republik Indonesia. Mesin ini mulau
digunakan oleh Percetakan Negara RI pada 1945.
Kemudian
ada sebuah mesin cetak yang dipergunakan untuk mencoba naskah proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia, Lembaran Negara Republik Indonesia dan
poster-poster yang berhubungan dengan perjuangan kemerdekaan bangsa. Mesin ini
merupakan alat coba naskah yang sudah di set untuk kepentingan koreksi.
Selanjutnya,
ada sebuah mesin yang berfungsi untuk menyusun naskah-naskah yang akan dicetak.
Mesin ini, dinamakan sebagai mesin setting dan pernah digunakan untuk berbagai
keperluan cetak dokumen-dokumen penting negara. Adapula sebuah mesin cetak
khusus merk
Kuco dari Belanda dengan tanggal pembuatan tahun
1953. Mesin cetak ini berfungsi mencetak huruf jawa, bugis, batak dan arab.
Selain
yang terdapat di dalam ruangan ini, ada pula koleksi mesin cetak yang dipajang
di bagian luar atau di halaman bangunan MuseumPenerangan. Mesin cetak tersebut disebut dengan
mesin cetak tiga zaman, dikarenakan mesin cetak tersebut digunakan dari tahun
1928-1952, sejak zaman pendudukan Belanda, Jepang sampai pada masa kemerdekaan.
Rupa-Rupa Mesin Ketik Klasik
Dalam
dunia perkantoran, setidaknya satu dekade lalu, penggunaan mesin tik banyak
digunakan di kantor-kantor maupun perusahaan. Namun saat ini, penggunaan mesin
tik agaknya sudah mulai tergeser oleh komputer maupun laptop. Namun,
setidaknya, keberadaan mesin tik pernah menjadi fenomena besar dalam dunia
perkantoran.
Mesin tik punya perjalanan panjang dalam sejarahnya. Mula-mula, diciptakan oleh Christoper L Scholes pada tahun 1714. Sholes kemudian bekerja sama dengan Carlos Clidden dan Samuel W. Soule karena mereka menganggap mesin tik harus dimaksimalkan lagi penggunaannya. Sejak saat itu, mesin tik terus mengalami perkembangan, terutama yang paling Nampak dari segi bentuknya.
Pada 1868, didapatlah hak patent untuk penemuan baru ini dan pada tahun 1974 untuk pertama kalinya mesin ketik dipamerkan di pasar-pasar, tetapi yang dipamerkan itu bentuknya dianggap masih kurang bagus. Salah satunya, bentuk hurufnya yang dinilai masih kurang maksimal karena masih menggunakan huruf capital semua.
Baru pada 1877 dibuatlah mesin tik yang memakai huruf besar dan huruf kecil. 13 tahun kemudian, Remington Company sudah dapat membuat mesin tik yang memenuhi syarat-syarat untuk dipakai di kantor-kantor.
Pada 1890, mesin-mesin ketik sudah membanjiri kantor-kantor dan perusahaan-perusahaan. Merk dari mesin tik banyak sekali, diantaranya IBM (Internasional Bussiness machines), Smith Corona, Olympia, Olivetti, Continental, Oliver, Siemog, Adler, Vios dan lain-lain. Mulai saat itulah terjadi perubahan baru, di mana pra klerek menulis surat-surat atau laporan-laporan tidak lagi memakai tangan, melainkan sudah ditulis dengan mesin tik.
Mesin tik punya perjalanan panjang dalam sejarahnya. Mula-mula, diciptakan oleh Christoper L Scholes pada tahun 1714. Sholes kemudian bekerja sama dengan Carlos Clidden dan Samuel W. Soule karena mereka menganggap mesin tik harus dimaksimalkan lagi penggunaannya. Sejak saat itu, mesin tik terus mengalami perkembangan, terutama yang paling Nampak dari segi bentuknya.
Pada 1868, didapatlah hak patent untuk penemuan baru ini dan pada tahun 1974 untuk pertama kalinya mesin ketik dipamerkan di pasar-pasar, tetapi yang dipamerkan itu bentuknya dianggap masih kurang bagus. Salah satunya, bentuk hurufnya yang dinilai masih kurang maksimal karena masih menggunakan huruf capital semua.
Baru pada 1877 dibuatlah mesin tik yang memakai huruf besar dan huruf kecil. 13 tahun kemudian, Remington Company sudah dapat membuat mesin tik yang memenuhi syarat-syarat untuk dipakai di kantor-kantor.
Pada 1890, mesin-mesin ketik sudah membanjiri kantor-kantor dan perusahaan-perusahaan. Merk dari mesin tik banyak sekali, diantaranya IBM (Internasional Bussiness machines), Smith Corona, Olympia, Olivetti, Continental, Oliver, Siemog, Adler, Vios dan lain-lain. Mulai saat itulah terjadi perubahan baru, di mana pra klerek menulis surat-surat atau laporan-laporan tidak lagi memakai tangan, melainkan sudah ditulis dengan mesin tik.
Di Museum Penerangan,disajikan berbagai jenis mesin tik
dengan macam-macam bentuk, ukuran dan fungsi. Pertama, ada sebuah mesin ketik yang fungsinya
untuk membuat dokumen dengan menggunakan bahasa arab. Mesin ketik ini digunakan
Direktorat Penerangan Luar Negeri untuk mengetik naskah-naskah majalah “El
Youm” dan bulletin ‘Al Adwa a’la ahdast”. Kedua penebitan tersebut, berisi
berita-berita budaya dan kegiatan-kegiatan serta hasil-hasil pembangunan untuk
selanjutnya disebarluaskan ke kedutaan-kedutaan Indonesia di negara-negara di
kawasan Timur Tengah dan negara-negara Islam lainnya.
Adalagi sebuah mesin
yang cukup unik, baik dari segi maupun fungsinya. Mesin ketik tersebut,
digunakan untuk mengetik dokumen atau naskah dengan menggunakan bahasa arab,
maka mesin ketik ini disebut dengan mesin ketik huruf Jawa. Mesin ini mulai dipakai sejak tahun 1917 oleh
Keraton Surakarta. Oleh pihak kraton, mesin ini digunakan diantaranya untuk
mengetik surat-menyurat, surat-surat keputusan (Kekancingan Dalem), pengumuman
resmi mengenai Titah ingkang Sinuhun untuk masyarakat luas dan berbagai laporan
proses pengadilan. Pada masa kemerdekaan, mesin ketik ini digunakan untuk
mengetik pengumuman-pengumuman pemerintah dengan huruf jawa yang disebarluaskan
untuk daerah Jawa Tengan dan Jawa Timur sampai dengan tahun 1960.
Nah,
tertarik untuk belajar sejarah penerangan dari masa ke masa serta bagaimana
kiprah perjalanan dunia pers di tanah air? Sempatkanlah waktu luang Anda untuk
datang ke tempat ini, selagi Anda berekreasi ke kawasan TMII. Museum ini buka dari hari
Senin-Minggu, pukul 08.00 WIB-16.00 WIB (Feryanto Hadi)
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
terimakasih atas atensinya...