Feryanto Hadi |
Di balik kegembiraan saat dilakukan proses pembacaan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia oleh Presiden Sukarno, ternyata banyak tersimpan cerita yang menegangkan, khususnya beberapa hari sebelum teks proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945.
Diawali penculikan Sukarno oleh beberapa pemuda pejuang ke Rengasdengklok, dengan tujuan untuk mengamankan Sukarno dari pengaruh Jepang serta untuk meyakinkan dia bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Sementara, di saat yang sama, di Jakarta, para golongan muda dan golongan tua, salah satunya adalah Mr. Ahmad Soebardjo, melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok
Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Gambaran di atas barangkali bisa menjelaskan bagaimana ketegangan suasana saat itu, pada tanggal 16 Agustus, hingga kemudian dilakukan proses perumusan naskah proklamasi di kediaman Laksamana Meida, yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Inilah yang membuat kami, Tim Jelajah Museum Wartakotalive, pada Sabtu (24/11) mencoba menguak sejarah bangunan bekas rumah Laksana Meida ini beserta kegiatan-kegiatan yang dulu dilakukan oleh para anak bangsa, di tempat ini.
Museum ini terletak di Jl.Imam Bonjol 1, Jakarta Pusat, atau sebelah selatan Taman Suropati, menempati sebuah bangunan tua bergaya Art Deco yang didirikan pada tahun 1920. Dinding-dinding di beberapa ruangan museum ini, telah menjadi saksi bagaimana naskah proklamasi disusun, kemudian dibacakan pada pagi harinya, pada 17 Agustus 1945.
Berkunjung ke museum ini, akan mengingatkan kita kepada masa-masa menegangkan sebelum akhirnya Indonesia menjadi negara yang merdeka. Tentu, bukan perkara mudah ketika Sukarno dalam tempo yang singkat diminta untuk membuat sebuah teks proklamasi, sebagai gembok untuk membuka pintu bangsa yang telah berabad lamanya tertutup oleh penjajahan. Di tempat ini pula, akhirnya, menjadi tempat lahirnya naskah proklamasi, mulai dari persiapan, perumusan naskah, pengetikan, hingga pengesahan dan penandatangan naskah tersebut.
Museum ini buka dari hari Selasa hingga Minggu. Untuk bisa menyaksikan beragam koleksi-koleksi yang berada di dalam museum ini, harga karcisnya pun sangat terjangkau. Pengunjung dewasa hanya dikenakan tiket sebesar Rp. 2000 dan anak-anak Rp. 1000. Jika kita datang secara rombongan, harga tiket akan lebih murah lagi. Rombongan orang dewasa yang datang 20 orang atau lebih, tiket yang dikenakan sebesar Rp. 1.000 dan rombongan anak-anak Rp. 500. Sedangkan untuk pengunjung asing, dikenakan harga tiket sebesar Rp. 10.000.
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
terimakasih atas atensinya...