Hamparan
danau tersekat menjadi beberapa bagian, memisahkan antara jalan utama Taman
Mini Indonesia Indah (TMII) dengan sebuah bangunan besar yang mirip
dengandengan bangunan kerajaan. Beberapa orang nampak berkumpul, riang, di
sebuah kapal besar di danau itu. Ini yang saya temui saat berkunjung ke Museum Keprajuritan Indonesia
pada Jumat (14/12).
Museum Keprajuritan
Indonesia, memiliki keunikan tersendiri bila dibandingkan dengan meseum-museum lain. Selain bentuk koleksi yang ditawarkan,
yang paling mencolok, adalah bentuk bangunan museum yang lebih mirip dengan benteng kerajaan,
besar, megah dan kokoh. Keunikan bangunan inilah yang setidaknya menjadi daya
tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung ke TMII, untuk mampir ke Museum Keprajuritan Indonesia.
Danau dan taman
menjadi pemandangan kami ketika berjalan menuju ke pintu gerbang museum. Di danau buatan itu, ada dua buah kapal
besar, yakni kapal Phinisi dan satu kapal lain dari Banten. Meski hanya
replika, namun ukuran kedua kapal ini sama dengan kapal aslinya. Di dua kapal
tersebut banyak pengunjung yang memanfaatkan waktu untuk bersantai maupun untuk
berfoto-foto.
Gerbang Museum Keprajuritan Indonesia, juga didesain seperti
gerbang kerajaan pada umumnya, besar dan kokoh. Di dekat gerbang, ada sebuah
meja yang digunakan untuk menjual karcis masuk, harganya Rp. 2.500.
Konsep
unik
Berkunjung
ke Museum Keprajuritan Indonesia, akan
membuat kita mempunyai pengalaman menarik yang tidak bakal terlupa. Selain
bentuk bangunan museum yang sangat unik, didesain seperti benteng
sebuah kerajaan, di dalam museum ini kita akan mendapatkan banyak pelajaran
mengenai peristiwa perjuangan yang dilakukan oleh para pahlawan kita dulu, pada
abad 7 sampai abad 19.
Konsep yang ditawarkan museum yang merupakan instalasi bagian dari institusi Pusat Sejarah TNI
(Pusjarah TNI ), sangat berbeda dengan museum lain pada umumnya. Jika ditengok dari depan, museum ini lebih nampak sebagai
sebuah kerajaan, dengan benteng yang menjulang tinggi. Inilah yang menjadi salah satu daya tarik
tersendiri bagi para pengunjung museum yang diresmikan pada 5 Juli 1987 olehpresiden saat itu, Soeharto.
Di
depan benteng, terdapat danau buatan yang melukiskan bahwa tanah air
Indonesia terdiri dari berbagai pulau
dan lautan yang penyajiannya menggambarkan nilai bahari yang dilengkapi dua
kapal tradisional Phinisi (Bugis) dan Banten, keduanya melambangkan kekuatan
armada maritim bangsa Indonesia di kawasan Barat dan Timur. Di samping itu, di
pinggir danau dibangun juga dermaga yang dilengkapi dengan penataan turap dan
lintasan jembatan gantung bagi para pengunjung yang menambah daya tarik dan
keindahan lingkungan museum.
Dibangun
dalam bentuk benteng bersegi lima seluas 5.005,7 m2, di dalamnya menggambarkan
jiwa dan semangat keprajuritan bangsa Indonesia. Nilai jiwa dan semangat
keprajuritan tersebut, merupakan dinamika penggerak dan perjuangan
mengusir penjajah dalam upaya menegakkan martabat dan kedaulatan wilayah tanah
air.
Bentuk
benteng Museum Keprajuritan Indonesia
melambangkan pertahanan bangsa Indonesia serta berfungsi sebagai alat menangkal
dari segala bentuk dan hakekat ancaman. Di setiap bentuk benteng terdapat lima
bastion atau menara pengawas yang
melambangkan pentingnya kewaspadaan terhadap ancaman,
gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap kedaulatan Indonesia.
Untuk
melengkapi gambaran mengenai semangat keprajuritan, di museum ini digelar episode
sejarah dalam wujud Diorama, fragmen patung atau relief, peragaan benda relik
serta beberapa pahlawan nasional yang disajikan menjadi dua tempat pamer.
Pertama
bertempat penyajian koleksi di Ruang Koleksi Lantai II, antara lain Diorama,
Peragaan Busana Prajurit, Formasi Tempur, Meriam Kuno dan Miniatur
Benteng.Sedangkan di bagian luar ruangan, terdapat pula rangkaian
Fragmen, relief dan Patung yang memvisualisasikan adegan peristiwa perlawanan
dalam menghadapi kolonialisme di Indonesia yang disajikan secara kronologis,
serta penyajian 23 patung pahlawan nasional dari berbagi daerah di Indonesia.
14 Diorama Perang Abad Ke-7-Abad ke-19, Rangkaian Memory Berdarah
Di luar museum, hujan sudah mulai turun. Sementara saya sedang disambut oleh beberapa patung yang menggambarkan bagaimana keadaan prajurit di masa dulu. Untuk diketahui, setiap daerah di Indonesia, baik suku maupun kerajaan, memiliki karakter dan ciri sendiri-sendiri mengenai busana yang dikenakan oleh para prajuritnya, termasuk dengan senjata yang dikenakan.
Di lantai satu, tepatnya di samping para patung itu, ada beberapa meriam kuno yang dulu dipergunakan oleh para prajurit untuk melakukan perlawanan terhadap colonial. Salah satunya adalah koleksi Meriam abad XV sampai dengan abad XIX, buatan negara-negara Eropa dan kerajaan lokal di Indonesia, misalnya Meriam abad XIX buatan Mataram Yogyakarta Hadiningrat
Hujan di luar museum bertambah deras, sementara, Drs. Emuh Muhsin M.Si, selaku Perwira Seksi Instalasi Bimbingan dan InformasiMuseum Keprajuritan Indonesia menjelaskan kepada saya bahwa masih banyak koleksi lain yang akan mengingatkan kita terhadap perjuangan para prajurit untuk mempertahankan kedaulatan Nusantara dari cengkeraman penjajah.
“Kehadiran jiwa dan semangat keprajuritan bangsa Indonesia telah berlangsung sejak lama. Keduanya merupakan dinamika penggerak perjuangan mengusir penjajah dalam upaya menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan tanah air. Semuanya telah dibuktikan oleh kenyataan sejarah antara lain melalui untaian kisah sejarah keprajuritan sejak abad ke 7 sampai dengan masa perlawanan terhadap kolonialisme.Dari kisah-kisah perjuangan masa lalu, kita mengetahui peranan para pejuang dari berbagai penjuru tanah air,” kata Emuh.
Hal itulah yang kemudian menjadi salah satu alasan pembangunan museum ini. Pembangunan Museum Keprajuritan Indonesia, gagasan awalnya berasal dari Ibu Tien Soeharto, dengan harapan agar dapat dimanfaatkan oleh generasi muda dalam rangka pembinaan bangsa Indonesia secara utuh dan berlanjut. Selain berfungsi sebagai salah satu sarana untuk pewarisan jiwa dan semangat perjuangan bangsa,Museum Keprajuritan Indonesia memiliki fungsi lain sebagai sarana edukasi dan rekreasi serta diharapkan dapat mengilhami perjuangan generasi penerus.
“Sejalan dengan berlangsungnya kesinambungan pembangunan nasional, maka nilai jiwa dan semangat keprajuritan tersebut patut kita lestarikan. Melalui sarana Museum, dapat diwujudkan memalui visualisasi kisah perjuangan bangsa Indonesia melalui sajian diorama, fragmen patung atau relief serta patung-patung pahlawan,” Emuh menjelaskan.
Di tengah perbincangan hangat itu, Drs. Emuh memastikan masih banyak koleksi lain yang akan mengingatkan kita terhadap perjuangan para prajurit untuk mempertahankan kedaulatan Nusantara dari cengkeraman penjajah. Kata pria asal Sunda itu, semua itu bisa dijumpai di beberapa ruangan di lantai dua bangunan museum.
Benar saja, ketika kami naik tangga menuju ke lantai dua, beragam diorama peperangan kami lihat di masing-masing sisi lorong ruangan. Selain itu, deretan patung yang menggambarkan prajurit dari berbagai daerah di Indonesia juga bisa kita lihat.
Di lantai dua Museum Keprajuritan Indonesia, banyak hal yang bisa kita petik, khususnya mengenai pengetahuan terhadap bagaimana para pejuang Indonesia di jaman dulu, ketika menghadapi penjajah. Satu hal mungkin bisa menjadi bahan renungan untuk para pengunjung. Dimana, pada saat itu, persenjataan yang digunakan para prajurit untuk melawan penjajah masih bersifat tradisional. Padahal, di pihak musuh, sudah menggunakan senjata yang lebih maju.
Kecintaan terhadap nusantara adalah modal utama, tidak hanya senjata saja. Kegigihan para pejuang dalam membela tanah air, agama dan harga diri sebagai bangsa, menjadi motivasi untuk melawan kekuatan penjajah, meski jika ditengok dari segi persenjataan prajurit kita kalah jauh.
Bangunan utama Museum Keprajuritan Indonesia dibuat melingkar, jadi, jika pengunjung berjalan melewati lorong-lorong yang menyajikan berbagai macam koleksi, maka akan sampai kembali ke titik di mana pengunjung tersebut berangkat. Di sepanjang lorong itu, kita akan menjumpai diorama serta ruang pamer yang berisi benda-benda relik atau senjata, pakaian perang, panji-panji serta boneka-boneka peraga yang memperagakan busana prajuri. Selain itu, juga ada penyajian gelar formasi perang dan miniature benteng. Di sepanjang pinggiran bangunan, dipamerkan 23 patung pahlawan yang dibuat dari perunggu berukuran ¼ besar manusia.
Di depan diorama, terpasang ‘Show Case’ yang berisi mengenai penjelasan dari masing-masing cerita, lengkap dengan foto, dokumentasi yang berhubungan dengan diorama tersebut. Cerita-cerita yang dipilih untuk diorama-diorama ini, menggambarkan cerita-cerita perlawanan terhadap penjajah untuk mempertahankan tanah air Indonesia.
Cerita ini telah dipilih selain untuk menumbuhkan inspirasi, juga untuk mengembangkan semangat keprajuritan pada generasi penerus bangsa. Di sana ada sebanyak 14 diorama yang ditempatkan secara berurutan dari abad ke-7 sampai dengan abad ke-19.
masih banyak koleksi menarik yang bisa kita dapatkan di museum ini. Hanya dengan
tiket masuk Rp.2500, kita sudah bisa menjelajah ke seluruh bagian museum. Yang tak kalah penting,
dengan berkunjung ke sini, kita akan merasakan bagaimana payahnya para pejuang
Nusantara saat menghadapi kolonial. Apalagi, saat itu, para prajurit masih
menggunakan peralatan seadanya, melawan para penjajah yang dalam persenjataan
sudah lebih maju. (Feryanto Hadi)
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
terimakasih atas atensinya...