Aku resah bila gatal-gatal di pikiranku kembali kambuh, hingga aku harus mondar-mandir ke klinik langgananku untuk membeli tablet pembunuh para virus yang entah kenapa mereka lebih memilih untuk bercinta dan berkembang biak di otakku.
Lama-lama aku bisa menjadi gila, aku sering menggerundal seperti itu sesaat setelah gatal-gatal itu sembuh. Dan aku sudah menduga, apa yang akan terjadi selanjutnya; penyakit aneh yang kudera itu seperti sebuah sinyal yang menjadi tanda masuknya bayangan-bayangan ganjil tentang dirimu. Ia akan menjadi jalan bagiku untuk merasuki alam bawah sadarku, menghipnotisku, dan aku tiada lagi berdaya untuk tidak memikirkan betapa indahnya matamu ketika kau sedang memandangku; betapa manisnya bibirmu ketika kau sedang menyanyikan sebuah tembang kehidupan untukku.
Aku sering merasa kesal sendiri jika sedang mengingatmu atau sekedar membuka sebuah halaman buku catatanku yang berisi kisah hidupku bersama dirimu. Aku sudah bosan berada di kesepian ini; berjalan melintasi fragmen yang sempit, terpatah-patah menuliskan bait kangen, mengeluh kepada daun-daun basah di malam hari, dan pada waktu yang sama aku menganggap bahwa cintaku kepadamu adalah musim dingin yang tiada bertepi, yang sulit untuk terganti.
Tidak ada satupun orang yang tahu, mungkin termasuk kamu, kalian, atau siapapun, bahwa jika sedang kangen denganmu, aku terkadang berubah menjadi sosok sangat ganjil; aku lebih suka memanggil namamu di tepian pantai, berharap gulungan ombak mampu menyampaikan pesan rinduku kepadamu.
Ah, ini hanya sebentuk kusau yang tiada berujud namun begitu meremas hatiku. Membacamu, aku terlempar pada kehidupan tanpa koma; semuanya berjalan tanpa irama, kalimat-kalimat harapan berpawai tiada terputus, dan entah sampai kapan para abjad akan berputus asa mengejar sebuah titik; titik yang menjadi tempat bertemunya kita lagi, di mana senyum kita akan terangkai membentuk gumpalan rasa yang menawan, seperti pertemuan dua musim yang saling menghargai.
Kini aku hanya bisa berdiri lesu seperti rumput yang tertunduk di pagi hari. Sambil membayangkan adanya sosok dirimu yang sedang duduk manis di dekatku. Namun tembangku mengalun seperti suara hujan yang galau. Sketsa kebahagiaan yang kubuat nyatanya sedang diganggu oleh para kabut pagi, menjadi rancu, abstrak, dan rasanya aku tiada lagi berdaya untuk menggambarkannya kembali. Kau kini menjadi sulit untuk dirangkul, kau menjadi sosok yang liar bagi hatiku.
Lama-lama ini menjadi sebuah keterasingan yang serius. Jika sedang dihinggapi oleh kesepian yang ngengat dan hatiku sedang terlumati oleh cairan-cairan kerinduan, seringnya aku memandang pijar rembulan, tersenyum sendiri seolah rembulan itu adalah sahabat dekat yang tak bosan mencandaiku.
Kita memang sedang berjarak, tapi kita masih saling mencintai kan? Salah jika kamu merasa bahwa aku hendak melupakanmu atau meletakkan hatimu pada kurungan kebohongan. Kamu masih menjadi ayam cantik yang kubebaskan berjalan mewarnai hidupmu, melihat warna-warna indah di setiap sudut tempat, dan aku adalah ayam jantan yang masih setia menunggu kedatanganmu dengan perasaan cemas, takut jika engkau terpaut dengan para pejantan yang lebih tampan, yang berjengger indah, yang bersayap keemasan.
Maka ngambekmu itu seharusnya kamu buang. Akulah yang sejujurnya merasa kuatir. Tapi kita harus saling memahami. Aku dan kamu hanya sedang berada pada sebuah jarak yang angkuh. Kita saling sedih jika meriwayatkan raga yang terus terpisah, namun percaya saja bahwa suatu saat angin akan mempertemukan kita lagi, mendekapkan jiwa kita
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Wuihhhhh..... mantab mas :-)
hadeuh kata2nya... maut ey..
Brrrr.. maut.... ajarin nulis dong mas.hehe
segerrr... Salam kenal dari rhena..
aq bgt....