kita bukan seekor kucing yang becermin


Lalu, kalian akan berkata. Apa hubungannya kucing dengan cermin?

Well, Tentunya kalian semua tahu dengan kucing kan? Sudah tidak asing kan di telinga kita? Yah, dia adalah salah satu ciptaan Allah berupa binatang. Meong… meong… meong, begitulah mereka biasa bersuara. 

Pernah melihat seekor kucing yang sedang bercermin? Apa yang mereka lakukan? Bukan sekedar mencari tahu bagaimana rupa mereka yang berbulu lebat itu, lebih dari itu. Mereka akan mengajak bayangan dirinya dalam cermin itu untuk bermain-main atau bahkan berkelahi. Mereka anggap kucing yang ada di depannya itu adalah musuh yang senantiasa harus di taklukkan. Mereka akan mencakar-cakar permukaan cermin dengan gemas dan berusaha untuk membuat kucing yang ada di cermin itu takluk kepadanya. Dan, kalau ia rasa ia tidak dapat menaklukkan bayangan yang ada di kaca tadi, maka ia pun akan lari terbirit-birit.  
Pun, biasanya setelah lari ia datang lagi. Mungkin masih penasaran saja dengan fenomena yang mereka anggap aneh itu. Maha besar Allah, Dialah yang mengetahui apa yang tidak kita ketahui. Hanya sebuah dongeng saja.
Dibalik kelucuan serta kenaifan cerita itu, sebenarnya ada nilai filosofis tinggi yang dapat kita terapkan dalam kehidupan kita ini. Sebuah realita yang jarang kita sadari. Kejadian seperti itu tidak hanya terjadi pada kucing yang lucu tadi. Bahkan kita, yang berlabel manusia, sangat sering bertindak seperti itu. Dalam beberapa situasi kita bingung mengenali diri kita sendiri. Kita sering menolak sisi baik yang sebenarnya ingin kita lakukan. 
Maka, janganlah kita menjadi kucing yang bercermin. Yang bahkan tidak dapat mengenali dirinya sendiri dan malahan menjadikan dirinya sebagai musuh. Kita telah tercipta sebagai makhluk yang sempurna, yang memiliki kemampuan untuk melakukan banyak hal. Subhanallah, sesungguhnya betapa hebatnya kita ini. Dengan semua kelebihan serta potensi yang telah tertanam pada diri ini. 
Dan oleh karenanya, jangan selalu kau menoreh catatan-catatan hidup yang tak penting. 
Ingatlah, bahwa kita adalah makhluk yang paling tinggi derajatnya. Bahkan, Allah sampai menyuruh malaikat-malaikat serta para iblis untuk bersujud kepada Adam, seorang manusia. Hal ini berarti, bahwa kedudukan kita, sebagai manusia, lebih tinggi daripada makhluk-makhluk Allah yang lain. Itulah realitanya.
Tetapi, sayangnya saat itu sang Iblis dengan tegas menolaknya. Mereka meninggikan ego diri dan lebih memilih untuk menjadi makhluk terkutuk dihadapan Allah dari pada harus bersujud kepada seorang manusia. Inilah sebenar-benarnya kesalahan Iblis hingga mereka menempatkan dirinya sebagai kafir sejati. Allah telah menjelaskan hal ini dalam sebuah ayat;

Dan ingatlah ketika kami berfirman kepada malaikat : "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. 
(QS Al-Baqarah : 34)
Seharusnya, kita bisa lebih mensyukuri akan ketinggian derajat yang telah kita dapatkan itu. Ingat, bahwa Allah tidak menciptakan manusia secara main-main saja. Sesungguhnya, Dia telah menentukan tujuan dari penciptaan itu sendiri. Maka betapa ruginya jika kita tidak memanfaatkan kedudukan kita itu. Apalagi dengan selalu menjadi budak syaitan yang pada hakikatnya derajatnya lebih rendah daripada kita.
Bolehkan saya berpuisi-puisi ria, untuk menghibur hati yang sedang tertawa. Atas anugerah yang telah Allah cukupkan kepada kita. Atas keagungan-Nya, membentangkan dunia. Atas kekuasaa-Nya, menghidupkan hati kita, Atas anugerah-Nya berupa cinta.

Oh… betapa agungnya penciptaan atas diriku
Aku merasa sangat tersanjung dengan semua yang ada padaku.
Thanks banget Ya Allah
Atas semua kebaikan-Mu untukku
Kaulah MahaBesar yang akan selalu kuangungkan
Wo ai ni Allah!!!!

0 Responses

Posting Komentar

terimakasih atas atensinya...

Powered By Blogger

  • Foto saya
    DKI Jakarta
    Wartawan di harian Warta Kota, Kompas Gramedia. Follow @FeryantoHadi

    Total Tayangan Halaman

    Pengikut Blog


    waktu jualah yang akan menghentikan pengembaraan singkat ini