Di Sentra Lukisan di Pasar Baru, Lukisan Jokowi Jadi Wayang Golek Dibanderol Rp1 Miliar
Feryantohadi
Seniman, bisa berkreasi di mana saja. Hanya butuh sedikit inspirasi dan konsentrasi, tertuanglah ke dalam sebuah karya yang indah. Itu yang terjadi pada puluhan seniman lukis di sekitar Jalan Pos, atau tepatnya di sebrang Pasar Baru, Jakarta Pusat. Jika melintasi jalan itu, bisa disaksikan deretan kios yang memampang berbagai jenis lukisan.
Mereka menamakan dirinya 'Kelompok Pelukis Indah'. Meski menempati sebagian trotoar, keberadaan mereka di sana legal, bahkan berada di bawah binaan Suku Dinas Koperasi dan UMKM Jakarta Pusat sebagai sebuah komunitas yang perlu diberdayakan.
Keberadaan mereka di sana, telah melalui lika-liku yang panjang, demikian dikatakan ketua komunitas S. Wito. Dahulunya, para seniman lukis itu menempati lapak di bantaran Kali Sodetan Ciliwung, atau di depan bangunan Pasar Baru. Wito mengatakan, keberadaan mereka sudah sejak 1984.
"Tetapi dulu kami tidak melukis di kanvas seperti ini, melainkan khusus melukis dan membuat kartu ucapan. Saat itu di sini jadi pusatnya. Tiap orang mau bikin kartu ucapan, datang ke sini semua, dari masyarakat biasa sampai menteri," terang Wito, belum lama ini.
Dikisahkan Wito, kejayaan para pembuat kartu ucapan berlangsung hampir satu dasawarsa. Setiap orang mendapatkan pesanan kartu ucapan dalam jumlah besar, khususnya pada hari besar, idul fitri, natal dan tahun baru. "Apalagi kalau yang pesen pejabat. Bisa sangat banyak. Mbak Tutut, Pak Harmoko, dulu mereka langganan saya."
Kata Wito dulu mereka juga sempat kucing-kucingan dengan petugas Pemda, karena mereka menempati lapak-lapak liar. Apalagi, kenang Wito, ketika Presiden Suharto hendak melintas kawasan itu dipastikan para petugas kamtib (keamanan dan ketertiban) membersihkan kawasan itu dari para Pedagang Kaki Lima (PKL), termasuk para pembuat kartu ucapan.
Beberapa seniman kemudian membuka usaha di seberang jalan Pasar Baru, di lokasi yang mereka tempati sekarang pada 1995. Awalnya hanya bertiga, termasuk Wito, kemudian puluhan pembuat kartu ucapan ikut membuka lapak di sana. Sama halnya ketika membuka usaha di lokasi lama, di lokasi baru mereka juga kucing-kucingan dengan petugas.
"Kebetulan sekali, beberapa tahun kemudian Pemda DKI Jakarta di bawah kepemimpin Gubernur Sutiyoso membuat program Kebangkitan Citra Pariwisata DKI. Itu terjadi 1999 yang pusatnya di Pasar Baru. Tema dari program itu "Bangkitkan Kembali Industri Pariwisata Untuk DKI. Kami para pelukis dilibatkan menjadi bgian dari program wisata."
Sejak itu, para seniman yang tercecer direlokasi ke tempat tersebut karena sudah mendapat persetujuan dari gubernur. Bahkan, pemda saat itu menyediakan payung tenda sebagai tempat usaha para seniman.
Alih profesi
Masa kejayaan sebagai pembuat kartu ucapan mulai meredup sekitar 1995, ketika alat komunikasi pager mulai muncul. Pesanan kartu ucapan menurun drastis. Puncaknya, pada 1998, ketika handphone sudah banyak beredar, termasuk para pelaku usaha yang telah memiliki mesin cetak.
"Habis sudah kami saat itu," kata Wito. Beruntungnya, para seniman sudah memiliki bekal melukis. Pada 1999, jasa mereka beralih ke pemesanan lukisan.
Para seniman di sana mulai bekerja keras memperkenalkan kawasan itu sebagai sentra pemesanan lukisan. Berbagai cara dilakukan, yang paling ampuh adalah memajang lukisan-lukisan di depan kios mereka. Usaha mereka pun membuahkan hasil. Satu persatu pelanggan datang. Hingga beberapa tahun sesudahnya tempat itu jadi terkenal.
"Sekarang masing-masing pelukis di sini sudah punya langganan sendiri-sendiri," kata Yudi Sugianto (40), seorang pelukis. Yudi sendiri kini memiliki pelanggan hingga mancanegara.
Lukisan Rp1 Miliar
Para seniman kebanyakan di sana menerima pemesanan potrait atau sosok sebagai kado atau souvenir.
Pria asal Subang, Jawa Barat itu mengaku omset yang ia kantongi sebagai pelukis tidak menentu. Lukisan berukuran 40x50 cm, dijual Rp1,5-3 juta. Sedangkan ukuraan 50x70 cm, harganya Rp2-5 juta.
"Seminggu dapat dua pemesanan saja sudah bersyukur," katanya. Satu lukisan foto, bisa Yudi selesaikan dalam waktu seminggu sampai dua minggu. Sedangkan lukisan karikatur, bisa 3 harian. "Karikatur lebih mudah. Kalau potrait agak susah," katanya.
Tetapi Yudi mengatakan, pada masa peralihan kabinet ini para pelukis mendapatkan peningkatan pemesanan. "Biasannya menteri-menteri atau pejabat. Seminggu bisa ngerjain sampai dua lukisan," kata Yudi. Padahal, di luar itu ia harus menyelesaikan pemesanan lukisan dari pelanggan lain.
Sementara, Wito, mengaku dalam sebulan rata-rata mendapatkan pemesanan hingga 5 lukisan. Harga satu lukisan, ditawarkan Rp3 juta. Tetapi diakui Wito, terkadang ada pelanggan yang menawar dengan harga rendah, hingga Rp500 ribu.
Jika sedang tidak ada pemesanan lukisan, para pelukis di sana membuat lukisan tema bebas yang akan ia pajang di kiosnya atau dititipkan ke galeri seni untuk dijual. Beberapa pelukis juga membuat karya pribadi untuk keperluan pameran.
Wito, sebagai pelukis senior, telah mengikuti berbagai pameran, skala nasional dan internasional. Ia pun yang memotivasi para pelukis lain untuk menembus inndustri lukis yang lebih besar.
Di kios atau galerinya di Sentra Lukisan Pasar Baru tersebut, Wito memajang beberapa karya pribadinya. Tentunya agar masyarakat bisa melihat dan membelinya. Beberapa lukisan pun ditawarkan dengan harga fantastis. Salah satunya lukisan yang menggambarkan Joko Widodo sebagai wayang golek, dengan Megawati Soekarno Putri sebagai dalangnya. Lukisan berukuran 70x80 cm dengan cat minyak itu bahkan ia banderol Rp1 miliar.
"Dalam lukisan ini saya hanya menterjemaahkan apa yang ada di benak kebanyakan masyarakat saat ini. Bahwa Jokowi, meskipun jadi presiden, tetap kader PDI Perjuangan. Bahkan, dia mencalonkan diri sebagai presiden saja atas desakan Megawati. Sebelumnya ia mengaku tidak akan mencalonkan dan tetap mengurus Jakarta. Bagi yang mau beli lukisan ini, silahkan. Harganya Rp1 miliar," ungkapnya.(Fha)
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar
terimakasih atas atensinya...