HATIKU TERBUJUR KAKU MENGHADAP CINTA

Ketika kutemukan tulang rusukku yang hilang
Aku mencintaimu seperti dari semenjak aku berlatih memakai seragam TK kebanggaanku, yang bahkan aku belum bisa menghitung ada berapa lubang kancing di bajuku
Aku telah sampai pada momentum yang benar-benar menjelmakan kebahagiaan berbinar. Memasung himpitan tanda tanya yang selama ini bersembunyi di saku belakang celanaku.
Disini aku akan berbicara mengenai cinta yang barusaja kuangkat dari jemuran di belakang rumah. Masih sangat wangi. Masih sangat lembut. Hangatnya sinar matahari masih tertidur disana.
Aku masih gemar menempatkan kerinduanku pada cinta yang bahkan aku tak kuasa untuk menyetrikanya lalu ku kenakan bersama dengan stelan celana trenengku yang mempunyai tiga lubang besar dan satu tali kolor yang ujungnya sudah tak setuju dengan adanya otonomi khusus. Aku takut ia tak wangi lagi, lalu membuatku keseringan untuk mencucinya. Aku sangat takut banyak orang membeda-bedakan antara indahnya penutup atasku dengan celana kolor yang sudah sedikit kendor.
Apakah benar-benar aku sedang merajalela? Saat pengembaraan panjangku hinggap pada lautan yang birunya bersenandung kasmaran? Apakah aku yang sekarang telah bermatapencaharian cinta, hingga aliran darahku pun wangi dibuatnya?
Aku mengharapkanmu seperti saat kuingin ibuku membelikan sepatu baru untukku, sepatu yang jika aku berjalan bisa ada iramanya dan menyalakan lampu-lampu warna pelangi.
Dari dulu aku selalu berbagi dengan mimpi di malam hari. Dengan menyimpan hati yang seperti lampu menyala, lalu kugunakan api itu sebagai penunjuk jalanku menuju pada pelengkap tulang dada.
Aku tak hanya ingin bernostalgia. Yang bahkan tak mampu menyentuhkan puisi indahku pada sepotong wanita dengan berbaju mahabbahku. Namun aku akan membelah kejujuranku. Aku akan mengatakan kalau hatiku tak sekedar mencumbuinya dalam waktu yang sementara saja. Aku benar-benar ingin menyongsong misteri indah ini sampai ragaku tak lagi bisa bersatu dengan nyawanya.
Akan kutuntut hak yang luar biasa ini. Aku sungguh hanya ingin melihatnya dari jarak yang dekat. Aku ingin selalu menyelipkanmu dalam puisi-puisi yang kubuat tiap malam.
Aku tak lagi marah pada sepi., yang demikian ini sudah membuatku meradang pada senyum yang sudah lama tak ada rekahannya pada hati ini.
Aku masih mengharapmu seperti saat aku memelihara kelinci kesayanganku, lalu kelinci itu akan kuanggap sebagai sebuah fantastis yang selalu saja bisa membaluriku dengan keluguannya.

Label:
0 Responses

Posting Komentar

terimakasih atas atensinya...

Powered By Blogger

  • Foto saya
    DKI Jakarta
    Wartawan di harian Warta Kota, Kompas Gramedia. Follow @FeryantoHadi

    Total Tayangan Halaman

    Pengikut Blog


    waktu jualah yang akan menghentikan pengembaraan singkat ini