Cengkeh Afo Ternate, Nenek Moyangnya Cengkeh


cengkeh Afo2 tinggal sebatang lagi


Pada awal desember 2014, saya berkesempatan berkunjung ke Ternate-Tidore karena sebelumnya menjadi juara pertama lomba karya jurnalistik Mahakarya Djisamsoe. Di sana, saya bersama rombongan berkunjung ke berbagai destinasi dalam rangka menelusuri jejak rempah di Indonesia. Salah satu tempat yang kami kunjungi adalah Cengkeh Afo, di kawasan Air Tege-tege, Ternate. Berikut liputan singkatnya

Jauh sebelum Republik Indonesia terbentuk, kawasan Nusantara telah tersohor. Negara-negara di kawasan Asia dan Eropa, bahkan melihat Nusantara sebagai sebuah 'surga' dan memperebutkannya. Taruhannya, nyawa dan materi yang sangat banyak. Hanya demi sebuah daerah yang kaya akan rempah-rempah.

Kawasan di Maluku Utara seperti Kepulauan Banda, Ternate dan Tidore sebagai pusat keberadaan rempah-rempah seperti pala, cengkeh dan kenari menorehkan catatan sejarah penting bagi terbentuknya republik ini. Kekayaan komoditi rempah di tempat itu, mengundang beberapa negara datang, melakukan transaksi dagang bahkan timbulnya penjajahan.

Di Ternate, jejak-jejak kejayaan rempah masih dapat ditemui, yakni dengan keberadaan Cengkeh Afo, yang merupakan cengkeh tertua di dunia. Cengkeh ini berada di kawasan kebun Air Tege-Tege Kelurahan  Marikurubu, Kecamatan Ternate Tengah, tepatnya di lereng Gunung Gamalama.

Bongky Maulana Ibrahim dari Ternate Herritage Society (THS) menjelaskan, di perkebunan tersebut terdapat empat generasi cengkeh, Afo 1 dan Afo 2 yang telah mati termakan usia dan Afo 3 dan Afo 4 yang saat ini masih tumbuh di perkebunan itu. Afo generasi pertama telah berusia lebih dari 400 tahun dan sudah mati menyisakan puing-puingnya saja, berada di ketinggian sekitar 650 mdpl atau berbatasan dengan area hutan Gunung Gamalama. Sedangkan Afo generasi kedua menyisakan satu pohon yang masih bisa dilihat meskipun sudah mati. Letak pohon Afo dua ini, berada di ketinggian sekitar 400 mdpl dengan umur sekitar 200 tahun.

“Sebetulnya belum ada catatan pasti kapan cengkeh Afo ini pertama kali tumbuh. Bisa jadi sebelum Afo 1, sudah ada varietas cengkeh lain mengingat dalam cerita sejarah bangsa Cina dan Arab sudah datang ke Ternate ini sejak abad-abad permulaan,” kata Bongky saat menemani Warta Kota bersama tim Jelajah Budaya Djisamsoe di lokasi perkebunan, Senin (8/12).

Meski demikian, masyarakat masih bisa menyaksikan pohon Afo generasi kedua di perkebunan tersebut, karena masih ada satu batang pohonnya yang berdiri meskipun sudah mati. Ukuran pohon Afo2 relatif besar, dengan tinggi sekitar 20 meter dan ukuran garis tengahnya sekitar 1,2 meter dengan lingkar batang lebih dari tiga meter. Berbeda dengan Afo generasi pertama yang konon memiliki ukuran lebih besar, yakni 36,60 meter dengan garis tengah garis tengahnya 1,98 meter. Sedangkan lingkaran batang Afo1 yang cukup besar,4,26 meter. Semasa hidupnya hingga 1990-an, cengkeh Afo 1 bisa menghasilkan buah cengkeh 600 kilogram.

Sejarawan JJ Rizal menyebut, keberadaan cengkeh Afo ini membuktikan bahwa nenek moyang cengkeh memang berasal dari daerah Maluku Utara, salah satunya di Ternate. Ia pun membenarkan, tidak ada penjelasan pasti kapan pertama kali cengkeh ditemukan.

“Catatan sejarah menjelaskan, dulu masyarakat setempat justru tidak mengenal cengkeh sebelum kedatangan para pedagang-pedagang dari Cina. Tidak jelas kapan pertama distribusi cengkeh ini mulai dilakukan. Hanya saja, sekitar 5 tahun sebelum masehi, ada budaya di Cina dimana tingkat kebangsawanan seseorang di sana dilihat dari berapa banyak dia mengunyah Cengkeh. Bahkan di Babilonia, pada 1500 SM ditemukan bejana yang salah satu isinya adalah cengkeh. Jadi bisa kita bayangkan, jaringan cengkeh ini sudah berjalan dalam periode yang sangat panjang jauh sebelum kedatangan bangsa Portugis ke sini,” jelasnya.

Menurut JJ Rizal, ketenaran cengkeh dari Maluku Utara yang akhirnya menimbulkan berbagai dampak luar biasa, termasuk menyebabkan berdirinya Indonesia. “Dari pencarian cengkeh ini menimbulkan terbentuknya tata dunia. Orang-orang Eropa berlomba mencari cengkeh ke sini dan dalam perjalanan mereka menemukan tempat-tempat baru, seperti penemuan Amerika oleh Christopher Columbus dan penemuan-penemuan lain. Karena cengkeh dan kekayaan rempah lain pula bangsa kita akhirnya dijajah dan timbul nasionalisme hingga terbentuk NKRI seperti sekarang ini.”

Pergeseran

Kebun cengkeh di Air Tege-Tege luasnya sekitar 50 hektar. selain cengkeh, di kebun itu juga terdapat pohon rempah lainnya, seperti pala, kenari dan kelapa. Saat ini, pohon cengkeh yang tumbuh di sana adalah cengkeh generasi Afo ketiga dan keempat dengan usia sekitar 30-50 tahun. 

Menurut Bongky, pohon-pohon cengkeh di perkebunan itu kini dikelola secara turun temurun oleh warga. Dalam setahun, pohon cengkeh umumnya berbunga sekali, antara Juni sampai Oktober. “Tapi ada masanya dalam setahun pohon-pohon ini sama sekali tidak berbunga atau bahkan setahun bisa berbunga dua kali,” jelasnya.

Tetapi, saat ini, cengkeh bukan lagi komoditi unggulan bagi masyarakat setempat. Hal ini dikarenakan harga cengkeh yang jatuh sejak Tommy Soeharto mendirikan Badan Penyangga Perdagangan Cengkeh (BPPC) dari 1990 hingga 1998. Saat itu, kata Bongky, harga cengkeh anjlok dan banyak masyarakat setempat yang tidak lagi bergairah mengelola perkebunan cengkehnya.

“Belum lagi, memanen cengkeh itu bukan perkara mudah. Dibutuhkan tenaga ekstra untuk memanen cengkeh untuk pohon sebanyak ini. Biasanya, warga pemilik kebun menggunakan jasa pemanen cengkeh yang datang dari Sulawesi Utara. Sistemnya, bagi hasil. Dan pada saat panen besar setiap tahun, pasti ada yang meninggal karena jatuh dari pohon,” jelasnya.

Basri Lermaten (43), warga setempat, menjelaskan pohon cengkeh tidak perlu perawatan khusus. “Paling bersihin rumput di bawahnya saja, itu juga kalau sempat,” katanya.

Ia bersama keluarganya kini memiliki sekitar 70 pohon cengkeh dengan usia sekitar 30 tahun. satu pohon cengkeh milik Basri, bisa menghasilkan sekitar 300-500 kilogram cengkeh basah. Tetapi, untuk bisa menjual cengkeh-cengkeh itu, ia harus menjemurnya sampai kering.

Ironisnya, meski sudah berjalan berabad-abad lamanya, jalur perdagangan cengkeh di Ternate saat ini masih dikuasai bukan oleh pribumi melainkan para pedagang keturunan Arab dan Tiongkok. Sedangkan para petani cengkeh, hanya bisa mengikuti harga yang ditentukan oleh para tengkulak.
“Harga cengkeh kering satu kilonya sekarang Rp120 ribu. Biasanya kita jualnya sama tengkulak yang merupakan keturunan Arab dan Tionghua,” katanya.

di perkebunan ini juga banyak dijumpai pohon pala

Cara tempuh

Jika berwisata ke Ternate, jangan melewatkan kesempatan untuk datang ke perkebunan cengkeh Air Tege-Tege yang menyimpan banyak cacatan sejarah ini. Meskipun berada di lereng gunung, lokasi ini sebenarnya tidak begitu jauh dari pusat kota.

Jarak tempuhnya hanya sekitar 30 menit menuju kawasan pemukiman penduduk di Kelurahan Marikurubu. Menuju ke kawasan ini, kita akan melalui jalan beraspal yang berkelak-kelok, membelah lereng Gunung Gamalama yang sejuk.

Tetapi, untuk sampai di lokasi tumbuhnya Afo1 dan Afo2, kita harus berjalan kaki melalui jalan setapak melewati perkebunan cengkeh generasi terbaru. Melewati jalan menanjak dan berkelok, Afo1 bisa ditempuh selama 30 menit sedangkan Afo2 bisa dicapai sekitar 20 menit perjalanan.(fha)

Label:
0 Responses

Posting Komentar

terimakasih atas atensinya...

Powered By Blogger

  • Foto saya
    DKI Jakarta
    Wartawan di harian Warta Kota, Kompas Gramedia. Follow @FeryantoHadi

    Total Tayangan Halaman

    Pengikut Blog


    waktu jualah yang akan menghentikan pengembaraan singkat ini